Physical Address
304 North Cardinal St.
Dorchester Center, MA 02124
Physical Address
304 North Cardinal St.
Dorchester Center, MA 02124
Ngobrol santai seputar pengadaan
Ngobrol santai seputar pengadaan
Perencanaan memegang peranan krusial dalam keberhasilan setiap proyek atau kegiatan, baik di sektor publik maupun swasta. Tahap ini ibarat pondasi sebuah bangunan: jika tidak kokoh, seluruh struktur bisa runtuh. Sayangnya, banyak organisasi terlalu fokus pada dokumen dan jadwal tanpa memahami risiko-risiko tersembunyi selama perencanaan. Akibatnya, proyek yang awalnya tampak sederhana bisa berantakan, menimbulkan pembengkakan biaya, keterlambatan, hingga kegagalan total. Artikel sepanjang 2000 kata ini akan mengulas risiko terbesar yang kerap mengintai dalam tahapan perencanaan, dari konteks strategis hingga isu teknis, beserta strategi mitigasinya agar Anda dapat meraih hasil optimal tanpa terjerat masalah di kemudian hari.
Salah satu kesalahan paling mendasar dalam tahapan perencanaan adalah tidak dirumuskannya tujuan proyek secara spesifik dan terukur. Sering kali, kalimat-kalimat tujuan dalam dokumen perencanaan terdengar ideal dan inspiratif, tetapi tidak operasional. Frasa seperti “meningkatkan pelayanan publik”, “mempercepat digitalisasi”, atau “mengoptimalkan pengelolaan aset” tidak memberikan arah yang jelas kepada tim pelaksana mengenai capaian yang harus dicapai, bagaimana mencapainya, dan dalam jangka waktu berapa lama.
Ketiadaan tujuan yang SMART (Specific, Measurable, Achievable, Relevant, Time-bound) dapat menyebabkan berbagai kerugian:
Contoh Kasus:
Sebuah Dinas Kesehatan menyusun program vaksinasi tanpa target numerik dan indikator keberhasilan. Hanya tertulis “meningkatkan cakupan imunisasi”, tanpa menjelaskan jenis vaksin, siapa penerimanya, dan di wilayah mana. Hasilnya, distribusi vaksin tersebar merata tanpa prioritas, banyak vaksin kadaluarsa karena stok menumpuk di daerah yang tidak membutuhkan, dan desa-desa tertinggal malah tidak mendapatkan jatah.
Mitigasi yang Diperlukan:
Scope creep terjadi ketika ruang lingkup pekerjaan meluas dari rencana awal, sering kali secara tidak terencana dan tidak terkontrol. Ini biasanya muncul akibat permintaan tambahan dari stakeholder, pergeseran ekspektasi selama implementasi, atau kurang matangnya perencanaan awal.
Konsekuensi dari scope creep sangat serius, di antaranya:
Contoh Kasus:
Sebuah proyek pembangunan kantor pemerintah yang awalnya hanya mencakup gedung pelayanan publik dengan tiga lantai, kemudian berkembang menjadi proyek terpadu yang mencakup taman tematik, basement parkir, dan area UMKM. Tambahan ini tidak diiringi revisi anggaran dan jadwal, sehingga proyek molor 6 bulan dan memicu pemeriksaan inspektorat karena overbudget.
Mitigasi yang Diperlukan:
Salah satu kegagalan klasik dalam perencanaan adalah menyusun anggaran terlalu rendah karena dorongan menyesuaikan plafon yang tersedia atau menghindari resistensi dari pengambil keputusan. Sayangnya, pendekatan ini hanya menunda masalah. Ketika pelaksanaan dimulai, banyak biaya tersembunyi yang muncul: kenaikan harga bahan baku, biaya logistik ke lokasi sulit, hingga kebutuhan personel tambahan yang tidak direncanakan.
Akibat dari underestimation:
Contoh Kasus:
HPS pengadaan perangkat komputer diestimasi hanya berdasarkan data e-katalog dua tahun lalu. Ketika lelang dibuka, seluruh penyedia mengajukan penawaran di atas HPS karena harga pasar sudah naik 25%. Paket pun harus dibatalkan dan diulang tahun berikutnya.
Mitigasi yang Diperlukan:
Kebalikan dari masalah sebelumnya, overestimation adalah ketika biaya proyek dibesar-besarkan, baik karena kehati-hatian berlebihan maupun kurangnya data pasar yang akurat. Hal ini dapat berdampak negatif terhadap efisiensi anggaran dan bahkan menimbulkan temuan pemeriksaan karena dianggap tidak hemat.
Risiko overestimation antara lain:
Contoh Kasus:
Dalam proyek setup studio video dokumentasi, HPS mencantumkan biaya sewa kamera profesional seharga Rp 200 juta per unit, padahal kebutuhan hanya sebatas video edukatif yang dapat dilakukan dengan kamera DSLR Rp 20 juta. Auditor menganggap ini sebagai pemborosan dan merekomendasikan pengembalian anggaran.
Mitigasi yang Diperlukan:
Tergesa-gesa adalah musuh utama kualitas. Dalam praktik pengadaan, banyak proyek direncanakan dalam kerangka waktu yang tidak realistis, hanya demi mengejar serapan anggaran atau menyesuaikan jadwal politik. Hal ini menciptakan tekanan tinggi, mempercepat proses lelang, dan mengorbankan proses validasi, verifikasi, atau uji coba.
Dampak Jadwal Terlalu Ketat:
Contoh Kasus:
Paket pengadaan sistem informasi bernilai Rp 10 miliar dilelang pada awal November. Karena waktu pelaksanaan hanya dua bulan sebelum tutup tahun, pemenang tidak bisa menyelesaikan pekerjaan tepat waktu. Akhirnya terjadi carry over ke tahun berikutnya dan proyek dikritik publik karena mangkrak.
Mitigasi yang Diperlukan:
Dalam proyek kompleks, tahapan pekerjaan sering saling tergantung. Jika satu tahapan tertunda, seluruh alur kerja bisa ikut terganggu. Ketergantungan yang tidak dimitigasi dapat menjadi bottleneck dan menyebabkan stagnasi proyek.
Dampak Dependency Risk:
Contoh Kasus:
Proyek pembangunan RSUD baru menunggu desain DED yang belum selesai karena revisi lokasi. Seluruh kegiatan perencanaan lain—KAK, HPS, AMDAL—tertunda karena tidak bisa dimulai sebelum DED rampung. Ini menyebabkan penundaan proyek lebih dari 3 bulan.
Mitigasi yang Diperlukan:
Siapkan skenario alternatif jika tahapan tertentu tertunda (contingency plan).
Identifikasi hubungan antar aktivitas dalam WBS.
Buat dependency matrix untuk memetakan ketergantungan dan menetapkan prioritas pekerjaan.
Cari peluang melakukan pekerjaan secara paralel: misalnya, pengumpulan data pendukung bisa dilakukan saat desain dalam proses.
Perencanaan pengadaan yang baik bukan hanya ditentukan oleh kelengkapan dokumen atau ketepatan waktu, tetapi juga sangat bergantung pada kapasitas dan kompetensi sumber daya manusia (SDM) yang terlibat. Lemahnya struktur tim atau terbatasnya kemampuan teknis dapat berdampak langsung pada kualitas hasil perencanaan, keterlambatan proses, hingga meningkatnya risiko kegagalan dalam tahap berikutnya.
Masalah:
Understaffing terjadi ketika jumlah personel tidak sebanding dengan kompleksitas dan volume pekerjaan yang harus dilakukan dalam proses perencanaan. Hal ini dapat disebabkan oleh beban kerja ganda di unit kerja, minimnya alokasi pegawai perencana, atau belum terbentuknya tim lintas fungsi dalam perencanaan proyek besar.
Dampak:
Mitigasi:
Masalah:
Tim perencana mungkin terdiri dari personel yang berpengalaman di bidang umum, tetapi tidak memiliki kompetensi khusus untuk menangani hal teknis tertentu seperti penyusunan dokumen AMDAL, manajemen risiko pengadaan kompleks, atau pengadaan dengan metode yang tidak lazim seperti KPBU (Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha).
Dampak:
Mitigasi:
Proyek pengadaan yang gagal sering kali tidak karena kesalahan prosedur, tetapi karena kekeliruan dalam aspek teknis. Spesifikasi yang buruk, pemilihan teknologi yang tidak sesuai, dan lemahnya standar mutu bisa berujung pada barang/jasa yang tidak dapat digunakan, mahal dalam pemeliharaan, atau bahkan tidak sesuai dengan kebutuhan riil pengguna akhir.
Masalah:
Spesifikasi yang disusun dalam KAK/TOR terlalu umum (open-ended) atau terlalu sempit (closed specification) dapat menyesatkan proses lelang. Spesifikasi yang terlalu umum membuat penyedia menawarkan barang atau jasa yang tidak sesuai ekspektasi. Sebaliknya, spesifikasi yang menyebut merek atau model tertentu cenderung diskriminatif dan mengarah pada vendor tertentu.
Dampak:
Mitigasi:
Masalah:
Seringkali proyek memilih teknologi yang terlalu baru dan belum teruji (cutting-edge), atau sebaliknya tetap memakai sistem yang sudah usang hanya karena familiar. Kedua ekstrem ini sama-sama berisiko. Teknologi baru membawa ketidakpastian dalam instalasi dan pemeliharaan. Sementara teknologi lama menimbulkan masalah integrasi, keamanan, dan keberlanjutan.
Dampak:
Mitigasi:
Kepatuhan terhadap hukum dan regulasi menjadi aspek vital dalam pengadaan barang dan jasa. Kelalaian kecil pada tahap perencanaan bisa berujung pada gugatan hukum, sanksi administratif, hingga pembatalan proyek oleh otoritas pengawas seperti BPK, KPK, atau inspektorat.
Masalah:
Regulasi pemerintah dapat berubah sewaktu-waktu, misalnya adanya revisi Perpres, Permen, atau Perka LKPP. Ketika dokumen perencanaan telah disusun, perubahan ini bisa membuat dokumen tersebut kadaluwarsa atau tidak valid lagi, sehingga pengadaan harus diulang atau dikoreksi secara menyeluruh.
Dampak:
Mitigasi:
Masalah:
Kontrak atau dokumen tender yang lemah dalam perumusan klausul hukum sering memicu konflik antara pihak pengguna dan penyedia. Ini mencakup ketidaktegasan dalam klausul denda keterlambatan, perubahan spesifikasi, penundaan pembayaran, atau pengakhiran kontrak.
Dampak:
Mitigasi:
Klausul Penyelesaian Sengketa: Pastikan dalam kontrak dicantumkan prosedur penyelesaian perselisihan secara bertahap: negosiasi → mediasi → arbitrase. Hindari langsung ke pengadilan umum.
Konsultasi Hukum Sejak Awal: Libatkan bagian hukum atau legal counsel saat menyusun dokumen perencanaan dan rancangan kontrak.
Gunakan Template yang Teruji: Terapkan kontrak baku atau standar dari LKPP atau hasil uji yuridis sebelumnya.
Dalam era pembangunan berkelanjutan, aspek lingkungan dan sosial tidak bisa lagi dipandang sebagai pelengkap dalam perencanaan proyek, melainkan sebagai elemen krusial. Risiko lingkungan dan sosial yang tidak ditangani sejak awal dapat berujung pada kerugian material, penolakan masyarakat, dan bahkan penghentian proyek secara paksa oleh otoritas.
Masalah:
Setiap proyek yang melibatkan perubahan fisik terhadap lahan, air, atau udara—seperti pembangunan jalan, bendungan, atau fasilitas industri—berpotensi menimbulkan dampak ekologis. Jika proyek dilaksanakan tanpa studi kelayakan lingkungan seperti AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) atau UKL-UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan), maka risiko kerusakan lingkungan meningkat secara signifikan.
Dampak:
Mitigasi:
Masalah:
Proyek besar yang menyasar wilayah padat penduduk atau komunitas adat berisiko menimbulkan ketegangan sosial. Tanpa pendekatan komunikasi yang tepat, proyek bisa mendapat perlawanan, baik berupa penolakan terbuka maupun sabotase tersembunyi di lapangan.
Dampak:
Mitigasi:
Risiko makro tidak dikendalikan oleh tim proyek, tetapi memiliki dampak signifikan terhadap biaya, waktu, dan kelayakan proyek. Ketidakstabilan harga bahan, fluktuasi kurs, serta peristiwa force majeure adalah tantangan yang harus diantisipasi dalam perencanaan yang matang.
Masalah:
Pengadaan dengan komponen impor sangat sensitif terhadap nilai tukar. Begitu pula pengadaan jangka panjang (multiyears) yang rentan terhadap inflasi, kenaikan bahan baku, dan volatilitas pasar global.
Dampak:
Mitigasi:
Masalah:
Bencana alam, konflik politik, pandemi, atau kebijakan darurat bisa menghentikan seluruh aktivitas proyek secara tiba-tiba. Hal ini dapat menimbulkan kerugian yang besar dan memicu perselisihan antara penyedia dan pengguna jasa.
Dampak:
Mitigasi:
Risiko ini muncul akibat lemahnya struktur manajemen proyek, miskomunikasi antar tim, atau tidak adanya mekanisme pengambilan keputusan yang jelas. Dalam pengadaan kompleks, kolaborasi lintas fungsi sangat diperlukan agar setiap bagian proyek berjalan harmonis.
Masalah:
Ketidaksinkronan informasi, tumpang tindih tugas, dan asumsi yang tidak diklarifikasi sering menjadi penyebab konflik internal dalam proyek. Tanpa manajemen komunikasi yang rapi, perencanaan menjadi kacau dan saling menyalahkan tak terhindarkan.
Dampak:
Mitigasi:
Masalah:
Proyek besar membutuhkan arahan strategis dari manajemen puncak atau sponsor. Ketika governance tidak berjalan, proses pengambilan keputusan menjadi lamban, tidak ada kontrol kualitas yang konsisten, dan perubahan proyek sering terjadi tanpa landasan yang kuat.
Dampak:
Mitigasi:
Untuk menjawab tantangan dari seluruh jenis risiko dalam perencanaan pengadaan, berikut strategi umum yang dapat diterapkan secara sistematis:
Tahapan perencanaan adalah momen paling krusial untuk mendeteksi dan mengelola risiko sebelum anggaran dihabiskan dan pekerjaan lapangan dimulai. Dengan memahami 10 kategori risiko terbesar—mulai dari ketidakjelasan tujuan, estimasi biaya, jadwal, sumber daya, teknis, hukum, lingkungan, sosial, makro, hingga manajemen—pejabat pengadaan dapat merancang strategi mitigasi yang efektif.
Kunci keberhasilan tidak hanya terletak pada menyusun dokumen lengkap, tetapi pada kesiapan organisasi menghadapi ketidakpastian: merancang WBS dengan buffer, kapabilitas tim yang terlatih, proses review yang tegas, serta dokumentasi mitigasi yang terstruktur. Dengan demikian, Anda tidak hanya merencanakan proyek, tetapi juga menjaga proyek agar tetap berjalan di jalurnya, sesuai anggaran, tepat waktu, dan memberikan manfaat maksimal bagi para pemangku kepentingan.