Apakah e-Katalog Wajib untuk Semua Barang?

Dalam upaya meningkatkan efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas pengadaan barang dan jasa pemerintah, pemerintah Indonesia sejak beberapa tahun terakhir telah mendorong digitalisasi proses pengadaan melalui berbagai mekanisme, salah satunya adalah e-Katalog. e-Katalog atau katalog elektronik merupakan platform digital yang memuat daftar barang dan jasa yang dapat dibeli langsung oleh instansi pemerintah, lengkap dengan spesifikasi, harga, penyedia, dan ketentuan transaksi lainnya. Namun, pertanyaan yang kerap muncul di berbagai forum diskusi pengadaan adalah: apakah penggunaan e-Katalog bersifat wajib untuk semua barang? Untuk menjawabnya secara komprehensif, kita perlu menelaah peraturan perundangan yang berlaku, tujuan dibalik pembentukan e-Katalog, jenis-jenis barang yang tercakup, serta pengecualian dan tantangan implementasinya.

1. Latar Belakang dan Tujuan Pembentukan e-Katalog

Transformasi digital dalam sektor pemerintahan bukan hanya merupakan tuntutan zaman, tetapi juga menjadi instrumen strategis untuk menjawab berbagai kelemahan struktural yang selama bertahun-tahun menghambat efisiensi pengelolaan anggaran negara. Di ranah pengadaan barang dan jasa pemerintah, reformasi digital tersebut diwujudkan melalui pengembangan e-Katalog, sebuah sistem katalog elektronik nasional yang dikembangkan oleh LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah) sejak tahun 2012.

Sebelum adanya e-Katalog, mekanisme pengadaan pemerintah sebagian besar dilakukan secara manual atau melalui tender terbuka yang prosesnya panjang, kompleks, dan rentan penyimpangan. Berbagai studi dan temuan audit mengungkapkan tingginya potensi korupsi dalam pengadaan manual, seperti permainan harga (mark-up), kolusi antar penyedia, spesifikasi fiktif yang menguntungkan pihak tertentu, serta keterlambatan distribusi yang merugikan masyarakat. Selain itu, proses administratif yang terlalu birokratis menyita banyak waktu, tenaga, dan sumber daya aparatur negara yang seharusnya bisa dialokasikan untuk tugas substantif lainnya.

Kehadiran e-Katalog menjadi jawaban terhadap tantangan tersebut. Sistem ini dirancang sebagai pasar digital resmi pemerintah, yang menyediakan daftar barang dan jasa dengan spesifikasi baku, harga transparan, dan penyedia yang telah diverifikasi secara administratif maupun teknis oleh LKPP. Instansi tidak lagi harus membuat dokumen tender rumit untuk pembelian barang umum seperti laptop, printer, alat kesehatan, atau meubelair. Cukup memilih dari daftar e-Katalog, membandingkan harga dan spesifikasi, lalu melakukan transaksi secara elektronik melalui fitur e-Purchasing yang terintegrasi dalam sistem pengadaan nasional.

Tujuan utama pembentukan e-Katalog tidak hanya sebatas pada efisiensi waktu dan penghematan anggaran, tetapi juga memperkuat akuntabilitas publik, mempermudah proses audit, serta mendorong pertumbuhan industri dalam negeri, khususnya UMKM. Sistem ini juga memungkinkan data historis pengadaan dianalisis untuk kepentingan kebijakan yang lebih tepat sasaran, termasuk dalam perencanaan kebutuhan tahunan dan monitoring belanja pemerintah secara makro.

2. Kerangka Hukum Penggunaan e-Katalog

Agar implementasi e-Katalog memiliki dasar hukum yang kuat, pemerintah menetapkan sejumlah regulasi sebagai landasan legal. Payung hukum utama adalah Peraturan Presiden (Perpres) No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, yang mengakui e-Katalog sebagai salah satu metode pemilihan penyedia dalam sistem pengadaan nasional. Selanjutnya, perubahan terhadap regulasi ini dituangkan dalam Perpres No. 12 Tahun 2021, dan penyempurnaan terbarunya melalui Perpres No. 46 Tahun 2025.

Dalam Perpres tersebut, disebutkan bahwa metode e-Purchasing melalui e-Katalog dapat digunakan jika barang atau jasa yang dibutuhkan telah tersedia dalam sistem katalog elektronik yang dikelola LKPP atau unit kerja pengelola katalog sektoral/lokal. Artinya, meskipun e-Katalog menjadi metode yang direkomendasikan kuat, penggunaannya tetap mempertimbangkan aspek ketersediaan produk dan kesesuaian spesifikasi.

Selain itu, sejumlah Peraturan Kepala LKPP juga diterbitkan sebagai panduan teknis, seperti PerLKPP tentang tata cara pendaftaran penyedia dan produk di e-Katalog, mekanisme evaluasi dan penayangan produk, serta ketentuan sanksi bagi penyedia yang melanggar komitmen layanan. Kerangka hukum ini juga mengatur prosedur evaluasi harga, proses kurasi, dan integrasi e-Katalog dengan platform Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) nasional.

Penting untuk dicatat bahwa surat edaran (SE) dari Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, dan Kepala LKPP sering kali menjadi penguat pelaksanaan di daerah. Surat-surat ini mendorong instansi daerah untuk memprioritaskan penggunaan e-Katalog, terutama dalam pengadaan barang umum seperti ATK, peralatan komputer, dan produk PDN. Dengan dasar hukum yang semakin kokoh, e-Katalog kini menjadi elemen sentral dalam tata kelola pengadaan yang modern dan berbasis digital.

3. Apakah e-Katalog Wajib untuk Semua Barang?

Pertanyaan ini sering menjadi bahan diskusi dan bahkan perdebatan di kalangan praktisi pengadaan, auditor, dan pimpinan instansi pemerintah. Banyak yang menganggap bahwa sejak e-Katalog diluncurkan, semua proses pengadaan harus dilakukan melalui katalog elektronik. Namun, kenyataannya tidak sesederhana itu.

Secara prinsip, e-Katalog memang wajib digunakan jika barang atau jasa yang dibutuhkan sudah tersedia di dalamnya. Hal ini berlaku untuk kategori barang/jasa yang ditetapkan oleh LKPP sebagai komoditas wajib e-Katalog, terutama barang yang penggunaannya berskala nasional, memiliki nilai belanja besar, dan sudah dikurasi dengan spesifikasi baku. Contoh kategori barang yang masuk dalam kewajiban e-Katalog meliputi:

  • Peralatan TIK: laptop, printer, server, scanner
  • Alat kesehatan: alat rapid test, tempat tidur pasien, ventilator, alat sterilisasi
  • Kendaraan dinas: roda dua dan roda empat, lengkap dengan spesifikasi teknis standar pemerintah
  • Seragam ASN dan pakaian kerja lapangan
  • Peralatan kantor dan meubelair
  • Produk UMKM dan Produk Dalam Negeri (PDN) yang telah mendapat label TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri)

Namun, tidak semua kebutuhan instansi dapat difasilitasi oleh e-Katalog. Banyak barang yang bersifat spesifik, unik, atau hanya dibutuhkan oleh instansi tertentu, sehingga tidak relevan dimasukkan ke dalam sistem katalog. Misalnya, software riset khusus, peralatan laboratorium langka, atau jasa konsultansi bidang hukum dengan keahlian tertentu.

Dalam kondisi tersebut, instansi tetap diperbolehkan menggunakan metode pengadaan lain seperti tender umum, tender cepat, atau penunjukan langsung, dengan syarat disertai justifikasi kebutuhan dan dokumentasi yang lengkap. Bahkan, LKPP memberikan ruang bagi instansi untuk menyusun Berita Acara Evaluasi Ketersediaan Produk Katalog sebagai dasar untuk menggunakan metode non-katalog.

4. Kriteria Barang yang Masuk e-Katalog

Penetapan suatu produk untuk masuk ke dalam e-Katalog tidak bersifat sembarangan. LKPP menggunakan serangkaian kriteria teknis dan administratif dalam proses kurasi produk dan penyedia. Tujuannya adalah memastikan bahwa barang/jasa dalam e-Katalog benar-benar memenuhi standar kualitas, memiliki harga wajar, serta dapat didistribusikan secara luas di seluruh wilayah Indonesia.

Berikut adalah kriteria utama barang yang dapat masuk ke dalam e-Katalog:

  • Bersifat umum (common use items): Barang atau jasa tersebut digunakan oleh banyak instansi di berbagai tingkatan—pusat, provinsi, hingga kabupaten/kota—dan dibutuhkan secara rutin setiap tahun anggaran.
  • Memiliki spesifikasi teknis yang baku dan terukur: Artinya, barang tersebut dapat distandarisasi spesifikasinya, sehingga tidak menimbulkan variasi yang menyulitkan perbandingan atau pengawasan. Contoh: laptop dengan RAM minimal 8 GB dan prosesor i5, bukan komputer rakitan dengan desain unik.
  • Terdapat persaingan penyedia dan harga: Barang/jasa tersebut harus tersedia dari minimal beberapa penyedia dengan harga yang bersaing. Sistem katalog tidak akan berfungsi efektif jika hanya ada satu penyedia yang menguasai pasar.
  • Telah diverifikasi dan dikurasi oleh LKPP atau unit kerja sektoral: Produk dan penyedianya harus melalui proses evaluasi, termasuk administrasi legalitas, kemampuan teknis, komitmen distribusi, serta layanan purna jual.

Dengan kriteria tersebut, barang-barang seperti produk TIK, ATK, alat kebersihan, kendaraan dinas, serta bahan makanan pokok untuk bantuan sosial menjadi kandidat ideal untuk masuk e-Katalog. Sementara itu, barang yang terlalu khusus, barang dengan kustomisasi tinggi, atau layanan jasa konsultansi spesifik cenderung tidak cocok masuk ke dalam sistem katalog karena tidak dapat didistandarkan secara nasional.

Kriteria ini juga menunjukkan bahwa e-Katalog bukanlah solusi tunggal untuk semua pengadaan, melainkan instrumen yang paling cocok untuk pengadaan barang rutin, standar, dan berskala luas. Justru keberhasilan e-Katalog adalah jika digunakan secara tepat, untuk jenis barang dan dalam kondisi yang memang sesuai.

5. Keuntungan Penggunaan e-Katalog bagi Pemerintah

Penggunaan e-Katalog memberikan sejumlah manfaat yang signifikan dalam pengadaan barang/jasa:

  • Efisiensi Waktu dan Biaya: Proses pengadaan dapat diselesaikan lebih cepat karena tidak perlu melalui tahapan lelang panjang.
  • Transparansi: Semua pihak dapat melihat harga dan spesifikasi barang secara terbuka, mencegah praktik mark-up.
  • Akuntabilitas: Setiap transaksi terekam secara digital, sehingga mudah diaudit oleh BPK, BPKP, atau Inspektorat.
  • Mendorong Produk Dalam Negeri: Banyak produk dalam e-Katalog merupakan hasil produksi lokal dan UMKM yang telah dikurasi.
  • Kompetisi Sehat: Penyedia berlomba-lomba menawarkan harga terbaik dan layanan purna jual untuk bisa bersaing dalam katalog.

6. Tantangan Implementasi e-Katalog di Lapangan

Walau banyak kelebihan, implementasi e-Katalog masih menghadapi sejumlah tantangan praktis yang cukup kompleks, antara lain:

  • Ketersediaan Produk Terbatas di Daerah: Tidak semua barang yang dibutuhkan di daerah tersedia dalam e-Katalog nasional. Hal ini menyulitkan instansi daerah, terutama di wilayah terpencil, untuk membeli barang secara legal tanpa mekanisme konvensional.
  • Kendala Logistik dan Pengiriman: Penyedia e-Katalog nasional sering kali hanya fokus di Pulau Jawa atau kota besar, sehingga pengiriman ke Papua, Kalimantan pedalaman, atau Nusa Tenggara bisa mengalami delay dan kenaikan ongkos kirim.
  • Kapasitas Penyedia Lokal Masih Lemah: UMKM lokal sering tidak siap dari sisi administrasi, sistem elektronik, dan kemampuan pengadaan cepat. Mereka kesulitan memenuhi persyaratan untuk masuk ke dalam katalog, terutama jika proses kurasi terlalu kompleks.
  • Keterbatasan Sumber Daya Manusia di Instansi: Banyak pejabat pengadaan yang belum mahir menggunakan SPSE dan fitur e-Katalog, sehingga proses pengadaan tetap tersendat.
  • Penyesuaian Harga Tidak Fleksibel: Dalam sistem e-Katalog, harga bersifat tetap dan sulit disesuaikan secara cepat, padahal kondisi pasar dapat berubah karena inflasi, kenaikan ongkos kirim, atau kelangkaan barang.

7. Pengecualian dan Alternatif di Luar e-Katalog

Dalam kondisi tertentu, instansi diperbolehkan menggunakan metode pengadaan selain e-Katalog, walaupun barang tersebut sebetulnya tersedia dalam sistem katalog. Pengecualian ini diatur untuk menjaga fleksibilitas proses pengadaan.

Beberapa kondisi yang memperbolehkan pengecualian:

  • Barang dalam e-Katalog tidak sesuai spesifikasi teknis kebutuhan pengguna.
  • Barang yang sama tersedia secara lokal dengan harga lebih murah dari yang tercantum di katalog.
  • Penyedia e-Katalog menolak melakukan pengiriman ke wilayah kerja instansi.
  • Barang di katalog mengalami keterlambatan pasokan akibat gangguan distribusi.

Dalam kasus seperti ini, instansi dapat menyusun Berita Acara Evaluasi dan Justifikasi Pemilihan Metode Pengadaan, yang disetujui oleh PA/KPA dan Inspektorat, untuk menggunakan metode alternatif seperti tender cepat atau penunjukan langsung.

8. e-Katalog Sektoral dan e-Katalog Lokal: Solusi Inklusif

Untuk mengatasi keterbatasan e-Katalog nasional, pemerintah kini mengembangkan sistem e-Katalog sektoral (dikelola oleh kementerian/lembaga) dan e-Katalog lokal (dikelola oleh pemerintah provinsi/kabupaten/kota). Dengan sistem ini, produk-produk khas daerah, UMKM lokal, dan jasa yang bersifat lokalitas dapat dimasukkan ke dalam katalog resmi.

Contohnya, e-Katalog lokal Provinsi Jawa Barat memuat produk pertanian, peralatan sekolah, jasa pelatihan, hingga makanan katering khas Sunda. Dengan adanya katalog lokal, instansi di daerah tidak lagi tergantung pada penyedia dari Jakarta atau kota besar lainnya.

Hal ini tidak hanya meningkatkan kemandirian pengadaan daerah, tetapi juga mendorong pemerataan ekonomi dan keberpihakan terhadap usaha kecil.

9. Peran Strategis Pejabat Pengadaan dan Tim Teknis

Dalam konteks pemanfaatan e-Katalog, pejabat pengadaan dan tim teknis memiliki peran yang sangat strategis. Mereka bukan hanya pelaksana prosedur administratif, tetapi juga penentu keberhasilan dalam memilih penyedia terbaik dari sistem yang tersedia.

Beberapa hal penting yang harus dikuasai:

  • Kemampuan menelusuri produk dalam katalog berdasarkan spesifikasi teknis.
  • Menyusun kerangka kerja teknis agar kebutuhan instansi tidak terjebak pada spesifikasi barang yang terbatas.
  • Membandingkan harga antar penyedia secara adil dan obyektif.
  • Memahami ruang pengecualian jika barang di katalog tidak relevan dengan kebutuhan aktual.
  • Mengedukasi unit pengguna dan pimpinan tentang pentingnya mematuhi kebijakan e-purchasing untuk barang yang sudah tersedia.

10. Kesimpulan: Tidak Wajib untuk Semua, Tapi Sangat Direkomendasikan

Secara regulatif, e-Katalog tidak diwajibkan untuk semua jenis barang. Kewajiban hanya berlaku jika barang tersebut telah ditetapkan oleh LKPP dan kementerian sebagai barang wajib e-purchasing. Namun, dalam praktiknya, e-Katalog telah menjadi instrumen utama yang sangat direkomendasikan oleh pemerintah pusat karena keunggulannya dalam hal transparansi, efisiensi, dan pemberdayaan ekonomi nasional.

Agar implementasi e-Katalog berjalan optimal, diperlukan sinergi antar berbagai pihak: LKPP sebagai pengelola sistem; penyedia sebagai pelaku pasar; pejabat pengadaan sebagai eksekutor; dan masyarakat sebagai pengawas. Ke depan, penguatan e-Katalog lokal, pembinaan UMKM, dan simplifikasi prosedur menjadi kunci agar sistem ini tidak hanya menjadi kewajiban administratif, tetapi benar-benar memberi manfaat luas bagi tata kelola pengadaan pemerintah.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *