Physical Address
304 North Cardinal St.
Dorchester Center, MA 02124
Physical Address
304 North Cardinal St.
Dorchester Center, MA 02124
Ngobrol santai seputar pengadaan
Ngobrol santai seputar pengadaan

Dalam setiap proses pengadaan, penyusunan Rencana Anggaran Biaya atau RAB merupakan tahap krusial yang menentukan kualitas perencanaan dan akuntabilitas kegiatan. RAB bukan hanya daftar angka yang disusun untuk memenuhi syarat administrasi, melainkan representasi kebutuhan riil, volume pekerjaan, dan harga pasar yang mencerminkan efisiensi penggunaan anggaran. Namun, dalam praktiknya, isu mark up sering menjadi sorotan utama para auditor dan pengawas. Mark up, yang dimaknai sebagai pembesaran biaya secara tidak wajar dan tidak berdasar, dapat menimbulkan persoalan serius dalam pemeriksaan, bahkan berujung pada temuan pelanggaran atau dugaan kerugian negara. Oleh karena itu, memahami dan menghindari mark up bukan hanya kebutuhan teknis, tetapi juga bagian dari integritas penyusunan perencanaan.
Kesadaran untuk menghindari mark up harus dimulai sejak tahap perencanaan kebutuhan. Banyak kasus menunjukkan bahwa mark up tidak hanya berasal dari perhitungan harga, tetapi justru dari definisi kebutuhan yang tidak tepat. Ketika kebutuhan tidak dijabarkan secara jelas, rinci, dan logis, ruang spekulasi dalam penentuan harga menjadi terbuka lebar. Dengan kebutuhan yang kabur, penyusun RAB cenderung memasukkan komponen biaya yang tidak sepenuhnya diperlukan, atau menggabungkan beberapa item dalam satu paket besar yang tidak memungkinkan pemeriksaan detail. Oleh sebab itu, salah satu cara utamanya adalah memastikan bahwa kebutuhan benar-benar konkret, memiliki dasar, dan tidak dibuat untuk memperbesar anggaran.
Selain jelasnya kebutuhan, tahapan berikut yang sering menjadi titik rawan adalah penyusunan spesifikasi teknis. Dalam banyak kasus, mark up muncul bukan karena harganya dinaikkan, tetapi karena spesifikasi barang atau pekerjaan dirancang terlalu tinggi dibandingkan kebutuhan sebenarnya. Spesifikasi yang terlalu mewah, terlalu canggih, atau tidak sesuai konteks, sering kali merupakan bentuk mark up terselubung. Penyusun RAB perlu memastikan bahwa spesifikasi disusun berdasarkan fungsi, standar kinerja, dan praktik terbaik, bukan berdasarkan keinginan untuk memperbesar nilai pengadaan. Spesifikasi seharusnya merefleksikan kebutuhan yang proporsional, bukan peluang meningkatkan anggaran.
Setelah kebutuhan dan spesifikasi terdefinisi dengan baik, langkah berikutnya adalah mengumpulkan data harga yang akurat. Di sinilah banyak penyimpangan mark up terjadi. Penyusun RAB sering hanya mengandalkan satu atau dua referensi harga yang tidak diverifikasi, atau bahkan menggunakan harga-harga yang tidak berasal dari sumber kredibel. Ketidakakuratan ini kemudian menjadi celah bagi mark up karena harga pasar sebenarnya tidak diperiksa secara memadai. Untuk menghindari hal ini, penyusun RAB harus memastikan bahwa data harga benar-benar berasal dari survei lapangan, katalog resmi, standar biaya, atau publikasi harga yang dapat dipertanggungjawabkan. Meski tidak menggunakan bullet dalam penulisan, narasi ini tetap menekankan bahwa proses validasi harga menjadi salah satu benteng utama pencegahan mark up.
Salah satu hal yang sering diabaikan adalah pencatatan proses survei harga. Banyak penyusun melakukan survei, tetapi tidak mendokumentasikannya dengan baik, sehingga saat audit terjadi, mereka tidak dapat menunjukkan bukti pendukung. Ketika bukti tidak ada, auditor akan mempertanyakan dasar penentuan harga, dan dari sinilah potensi mark up mulai dicurigai. Dokumentasi survei harga bukan hanya menjadi bukti administratif, melainkan bagian dari proses pembentukan harga yang wajar. Setiap referensi harga yang digunakan perlu dicatat asal-usulnya, kapan diperoleh, bagaimana metode pengambilannya, dan apakah relevan dengan kondisi pasar saat HPS atau RAB disusun. Semakin transparan proses pengumpulan harga, semakin kecil potensi tuduhan mark up.
Dalam konteks penghitungan volume pekerjaan, mark up juga sering muncul akibat kesalahan perhitungan kuantitas. Kesalahan ini bisa sengaja atau tidak sengaja. Volume yang dihitung terlalu besar dibandingkan kebutuhan riil menyebabkan estimasi biaya meningkat, meskipun harga satuan terlihat wajar. Contohnya adalah perhitungan kebutuhan beton, bahan bangunan, atau jam kerja yang dilebihkan dari standar teknis. Untuk menghindari mark up jenis ini, penyusun RAB harus melakukan verifikasi lapangan, memastikan bahwa setiap volume benar-benar sesuai dengan kondisi nyata. Bahkan untuk pekerjaan sederhana, volume harus dihitung berdasarkan metode teknis, bukan perkiraan bebas.
Selanjutnya, mark up dapat dihindari dengan memisahkan rincian pekerjaan secara jelas. Ketika RAB disusun terlalu global atau menyerahkan banyak item ke dalam paket besar tanpa rincian memadai, maka penyimpangan sulit terdeteksi. Sebaliknya, semakin rinci RAB disusun, semakin kecil peluang mark up terjadi. Rincian yang jelas membantu auditor menilai kewajaran tiap item, sekaligus membantu penyedia memahami kebutuhan sehingga harga yang ditawarkan juga lebih akurat. Kerincian RAB bukan sekadar tuntutan administratif, tetapi strategi untuk memastikan bahwa perhitungan dilakukan secara transparan.
Kejelasan dalam menentukan komponen biaya juga penting. Beberapa penyusun sering memasukkan komponen-komponen tidak jelas seperti biaya tak terduga atau biaya lain-lain. Seperti telah dibahas dalam artikel sebelumnya, keberadaan pos-pos ini menjadi pintu mark up yang sangat besar. Auditor biasanya langsung mengoreksi atau menolak komponen semacam ini karena tidak memiliki dasar perhitungan yang jelas. Oleh karena itu, setiap biaya harus memiliki nama, tujuan, dan dasar perhitungan yang bisa ditelusuri jejaknya. Bila biaya tersebut tidak dapat dijelaskan, seharusnya tidak dimasukkan ke dalam RAB.
Selain teknis penyusunan, aspek integritas juga sangat berpengaruh. Mark up sebenarnya bukan hanya persoalan teknik, tetapi juga kesadaran dan tanggung jawab moral. Penyusun RAB harus memahami bahwa setiap angka yang mereka tuliskan merupakan amanah penggunaan uang negara. Ketika integritas melemah, maka celah-celah penyimpangan akan lebih mudah muncul. Namun integritas tidak cukup hanya dengan kemauan. Lingkungan kerja yang mendukung kejujuran, pengawasan internal yang berfungsi, serta budaya transparansi juga sangat menentukan. Organisasi yang membiasakan pemeriksaan berlapis, dokumentasi rapi, dan diskusi terbuka tentang risiko mark up akan lebih terlindungi daripada organisasi yang menganggap RAB hanya formalitas.
Saat audit dilakukan, seluruh proses penyusunan RAB akan ditelusuri kembali. Auditor akan menanyakan dasar setiap angka, menguji kewajaran harga, membandingkannya dengan harga pasar, dan menilai volume pekerjaan. Jika penyusunan dilakukan dengan prosedur yang benar, mark up akan mudah dihindari dan penyusun RAB dapat mempertanggungjawabkan pekerjaannya tanpa kesulitan. Namun bila mark up memang terjadi atau ada indikasi pembesaran harga, pertanyaan-pertanyaan auditor dapat menjadi sangat sulit dijawab. Inilah alasan mengapa pencegahan harus dilakukan sejak awal, bukan baru dilakukan ketika pemeriksaan sudah berlangsung.
Salah satu faktor penting lainnya adalah konsistensi antara KAK, spesifikasi teknis, HPS, dan RAB. Banyak penyimpangan mark up muncul karena dokumen perencanaan tidak saling sinkron. Ketika kebutuhan dalam KAK tidak sesuai dengan spesifikasi teknis, atau ketika HPS memuat angka yang berbeda dari RAB, auditor akan menganggap adanya ketidakwajaran. Ketidaksinkronan seperti ini sering dimanfaatkan untuk melakukan mark up dengan cara mengaburkan detail. Demi menghindari hal ini, penyusun RAB harus memastikan bahwa seluruh dokumen berjalan selaras, saling mendukung, dan tidak menimbulkan pertanyaan.
Terakhir, penting untuk dipahami bahwa menghindari mark up bukan berarti membuat RAB serendah mungkin. Beberapa penyusun RAB salah memahami proses ini dan berusaha menurunkan harga agar terlihat wajar. Padahal RAB yang terlalu rendah juga bermasalah dan dapat menyebabkan pelaksanaan kegiatan terganggu karena dana tidak mencukupi. Penghindaran mark up berarti membuat RAB yang realistis, sesuai kebutuhan, berdasarkan data harga yang valid, dan dapat dipertanggungjawabkan. Prinsip kewajaran harga adalah titik tengah antara terlalu besar dan terlalu kecil. Selama penyusunan RAB dilakukan secara profesional, mark up bukan sekadar dapat dihindari, tetapi juga dapat dibuktikan pada saat audit bahwa perencanaan dilakukan dengan benar.
Dengan pemahaman yang menyeluruh ini, penyusunan RAB yang akurat, rasional, dan bebas mark up menjadi lebih mudah dicapai. Prosesnya memang membutuhkan ketelitian, waktu, dan disiplin dokumentasi, tetapi hasilnya akan memperkuat integritas pengadaan secara keseluruhan. Pada akhirnya, mencegah mark up bukan hanya menyusun angka, melainkan membangun budaya perencanaan yang jujur, transparan, dan profesional dalam pengelolaan anggaran publik.