Kapan Harus Pakai Swakelola, Kapan Tender?

Pendahuluan

Dalam pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pemerintah, pemilihan metode pelaksanaan—apakah akan menggunakan mekanisme swakelola atau melalui proses tender—merupakan keputusan strategis yang memengaruhi efisiensi anggaran, kualitas hasil, serta tingkat akuntabilitas penyelenggaraan. Keputusan ini tidak bisa diambil secara sembarangan atau hanya berdasar kebiasaan; melainkan harus berlandaskan pada analisis kebutuhan, karakteristik pekerjaan, risiko pelaksanaan, serta kapasitas internal instansi. Artikel ini bertujuan memberikan gambaran menyeluruh tentang kapan sebaiknya pemerintah atau instansi menggunakan swakelola, kapan perlu melakukan tender, dan faktor-faktor kunci yang harus menjadi pertimbangan dalam menentukan metode pelaksanaan pengadaan. Dengan penjelasan panjang dan mendalam di setiap bagian, diharapkan pembaca dapat memahami kriteria, keuntungan, serta tantangan yang melekat pada kedua metode tersebut sehingga mampu membuat keputusan yang tepat dan mendorong terciptanya pengadaan yang efektif, efisien, dan transparan.

1. Pengertian dan Karakteristik Swakelola

Swakelola adalah mekanisme pengadaan barang dan jasa yang pelaksanaannya dilakukan secara internal oleh instansi pemerintah atau organisasi pengguna anggaran sendiri, tanpa melibatkan pihak ketiga melalui kontrak pengadaan. Dalam praktiknya, swakelola dibagi menjadi tiga tipe utama: swakelola tugas, swakelola pukal, dan swakelola Yakes (yang khusus untuk fasilitas kesehatan). Swakelola tugas biasanya diterapkan apabila kegiatan tersebut bersifat teknis khusus atau memerlukan rahasia negara, misalnya pengumpulan data sensus atau pelaksanaan program bantuan sosial yang bersifat sangat lokal dan memerlukan kepekaan budaya. Swakelola pukal cenderung digunakan untuk kegiatan yang sifatnya berulang dan masif, seperti pemeliharaan taman kota, distribusi bantuan pangan, atau pelaksanaan penyuluhan pertanian. Sementara itu, swakelola Yakes berlaku pada penyediaan layanan kesehatan di lingkungan rumah sakit milik pemerintah, di mana tenaga dan fasilitas internal dianggap sudah paling memahami kebutuhan pasien dan prosedur medis yang berlaku. Karakteristik mendasar dari swakelola adalah fleksibilitas tinggi, respons cepat terhadap kebutuhan mendesak, serta potensi biaya yang lebih terkontrol karena tidak ada margin keuntungan penyedia eksternal. Namun, di sisi lain, swakelola juga membutuhkan kapasitas manajerial dan teknis internal yang memadai agar proses perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan dapat memenuhi standar kualitas dan akuntabilitas yang ditetapkan.

2. Pengertian dan Karakteristik Tender

Tender, atau lelang terbuka, adalah mekanisme pengadaan dimana instansi pemerintah mengundang para penyedia barang/jasa untuk mengajukan penawaran berdasarkan dokumen permintaan penawaran (Request for Proposal/RFP) yang telah disusun. Proses ini melibatkan beberapa tahapan, mulai dari perencanaan, pengumuman, pendaftaran penyedia, klarifikasi teknis, evaluasi penawaran, negosiasi harga (jika diizinkan), hingga penetapan pemenang dan penandatanganan kontrak. Karakteristik utama tender adalah asas keterbukaan (open competition), asas persaingan yang sehat, dan asas non-diskriminasi, yang bertujuan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada penyedia yang memenuhi syarat untuk berpartisipasi. Keuntungan tender antara lain harga yang kompetitif, inovasi kualitas dari berbagai penyedia, serta jaminan akuntabilitas dan pengawasan eksternal yang lebih ketat. Namun demikian, proses tender umumnya memakan waktu lebih lama, memerlukan dokumen dan persyaratan administratif yang kompleks, serta berisiko mengalami penundaan akibat sanggahan atau gugatan dari peserta tender yang tidak puas dengan hasil seleksi.

3. Landasan Hukum dan Batasan Nilai

Dalam peraturan pengadaan nasional, kedua metode ini diatur dengan jelas melalui Perpres 16/2018 beserta perubahannya, hingga Perpres 46/2025. Secara umum, batas nilai untuk swakelola diatur berbeda sesuai tipe dan kompleksitas pekerjaan. Misalnya, swakelola pukal untuk penyediaan barang non-konstruksi bisa dilakukan untuk paket di bawah Rp 200 juta, sedangkan untuk jasa konsultansi atau jasa khusus memiliki batas yang lebih rendah. Sementara batas nilai untuk penunjukan langsung atau e-purchasing pun diatur dengan ambang nilai tertentu, tender wajib dilakukan apabila nilai HPS (Harga Perkiraan Sendiri) melebihi ambang batas yang telah ditentukan pemerintah pusat (misalnya di atas Rp 200 juta atau Rp 1 miliar, tergantung jenis paket dan sektor). Adanya batasan nilai ini penting agar instansi dapat menyesuaikan metode berdasarkan skala pekerjaan dan potensi risiko, serta mematuhi ketentuan yang ditetapkan untuk menjamin keseimbangan antara efisiensi dan prinsip persaingan.

4. Kapan Harus Memilih Swakelola

4.1. Tugas Teknis Khusus dan Rahasia
Swakelola sangat cocok diterapkan pada kegiatan yang memerlukan keahlian teknis khusus atau sensitivitas tinggi, seperti survei rahasia, pengumpulan data intelijen, atau pengembangan perangkat lunak sensitif. Dalam konteks ini, pelibatan pihak eksternal melalui tender justru dapat menimbulkan risiko kebocoran data, konflik kepentingan, atau ketidaksesuaian kualitas hasil akhir dengan kebutuhan instansi.

4.2. Pelaksanaan Program Desa atau Skala Mikro
Untuk program yang dilaksanakan di tingkat desa atau wilayah pinggiran, di mana penyedia lokal sudah memiliki infrastruktur dan pemahaman budaya setempat, swakelola pukal dapat mempercepat realisasi kegiatan. Contohnya adalah penyelenggaraan pelatihan pertanian di desa terpencil atau pelaksanaan program jaminan sosial yang mensyaratkan verifikasi rumah ke rumah. Swakelola memungkinkan instansi menggunakan tenaga lokal, sehingga menciptakan ekonomi lokal berkelanjutan.

4.3. Keterbatasan Anggaran dan Efisiensi Biaya
Dalam situasi keterbatasan anggaran, swakelola dapat menjadi pilihan tepat karena tidak ada margin keuntungan penyedia eksternal yang harus dibayar. Jika instansi memiliki tim internal dengan kompetensi memadai, biaya langsung dapat dipangkas, dan dana yang tersedia digunakan lebih optimal untuk kebutuhan di lapangan.

4.4. Respons Cepat terhadap Kondisi Mendesak
Pada kondisi darurat seperti bencana alam, wabah penyakit, atau krisis kemanusiaan, waktu menjadi faktor kritis. Swakelola memungkinkan penugasan langsung kepada tim internal atau unit kerja terdekat sehingga waktu mobilisasi tenaga dan logistik dapat diminimalkan, berbeda dengan proses tender yang memerlukan waktu publikasi, pendaftaran, dan evaluasi penawaran.

5. Kapan Harus Melakukan Tender

5.1. Skala Pekerjaan Besar dan Kompleks
Untuk paket pengadaan konstruksi infrastruktur berskala besar—seperti pembangunan jalan tol, jembatan, atau gedung pemerintahan—tender menjadi metode terbaik karena menjamin persaingan sehingga harga jauh lebih kompetitif dan kualitas pekerjaan terjamin. Melalui tender, instansi dapat memilih penyedia berdasarkan kombinasi harga, pengalaman teknis, sumber daya, serta rekam jejak kinerja.

5.2. Kebutuhan Inovasi dan Kualitas Tinggi
Jika proyek memerlukan inovasi teknis, desain baru, atau standar kualitas tinggi—misalnya pengembangan sistem TI skala enterprise, rumah sakit modular dengan spesifikasi medis khusus, atau konsultan perencanaan kota cerdas—tender terbuka akan mendatangkan berbagai tawaran solusi terbaik dari penyedia nasional maupun internasional, sehingga instansi dapat memilih solusi yang paling tepat.

5.3. Transparansi dan Pengawasan Publik
Pada pengadaan yang memiliki risiko tinggi terhadap potensi penyimpangan anggaran atau sangat membutuhkan kontrol publik—misalnya pengadaan alat kesehatan di era pandemi atau pembangunan fasilitas umum di pusat kota—tender menegakkan asas keterbukaan dan memberikan ruang bagi media, LSM, serta masyarakat untuk mengawasi setiap tahapan proses. Hal ini meningkatkan kepercayaan publik dan meminimalkan konflik kepentingan.

5.4. Regulasi dan Kebijakan Pusat
Beberapa peraturan sektoral atau kebijakan pemerintah pusat mewajibkan tender untuk jenis-jenis kegiatan tertentu, seperti pengadaan alat pertahanan dan keamanan, kontrak tahun jamak (multiyears contract) di atas ambang batas tertentu, atau alih daya layanan publik kritis. Mematuhi ketentuan ini tidak hanya menjadi keharusan hukum, tetapi juga menghindarkan instansi dari sanksi administratif atau pidana.

6. Faktor-Faktor Penentu Pemilihan Metode

6.1. Kompleksitas Teknis dan Manajemen
Tingkat kompleksitas pekerjaan—termasuk spesifikasi teknis, proses produksi, dan manajemen proyek—menjadi faktor utama. Semakin kompleks dan membutuhkan banyak koordinasi lintas fungsi, tender terbuka cenderung lebih cocok.

6.2. Kapasitas Internal
Kemampuan staf dan unit pengadaan internal dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengawasi kegiatan sangat menentukan. Jika kapasitas masih rendah, pendampingan eksternal melalui tender atau konsultan dapat lebih aman.

6.3. Urgensi Waktu
Perhitungan analisis waktu—antara kebutuhan cepat dengan resiko kesalahan vs. waktu proses tender yang lebih panjang—harus dibahas secara cermat dalam rapat internal pengadaan.

6.4. Nilai dan Risiko Keuangan
Nilai paket pengadaan dan potensi kerugian keuangan akibat kegagalan proyek menjadi pertimbangan. Paket bernilai besar dengan risiko finansial tinggi lebih baik menggunakan tender.

6.5. Partisipasi UMKM dan Kebijakan Lokal
Jika instansi memiliki target keterlibatan UMKM lokal atau mendukung program ekonomi kerakyatan, swakelola pukal di daerah dapat diintegrasikan dengan skema bantuan teknis untuk pelaku usaha mikro.

7. Studi Kasus Perbandingan

Kasus A: Pengadaan Bahan Makanan Program Bantuan Pangan di Desa
Sebuah Dinas Sosial Kabupaten memilih swakelola pukal untuk pengadaan beras dan minyak goreng dalam program bantuan pangan bagi 5.000 keluarga penerima manfaat. Karena telah memiliki gudang terpusat dan tenaga distribusi internal, proses pengadaan, pengepakan, serta distribusi rumah ke rumah dapat dilakukan dalam waktu tiga minggu, jauh lebih cepat dibanding estimasi tender dua bulan, serta berhasil menekan biaya hingga 15%.

Kasus B: Pembangunan Gedung Perpustakaan Kabupaten
Pemerintah Kabupaten lain melakukan tender terbuka untuk pembangunan gedung perpustakaan 4 lantai senilai Rp 15 miliar. Dengan melalui proses tender, panitia berhasil menarik lima kontraktor berkualifikasi, sehingga diperoleh harga efektif 8% di bawah HPS dan desain arsitektur inovatif yang memadukan unsur kearifan lokal. Pengawasan ketat LSM juga memastikan kualitas bahan bangunan sesuai spesifikasi.

8. Rekomendasi Praktis

  1. Buat Matriks Keputusan: Rancang matriks evaluasi cepat yang menimbang nilai paket, urgensi, kapasitas internal, dan risiko, sebagai pedoman formal setiap rapat pengambilan keputusan.
  2. Kembangkan SOP Hybrid: Untuk beberapa paket, terapkan model hybrid—bagian desain awal melalui tender kecil, kemudian pelaksanaan melalui swakelola internal, sehingga kombinasi keunggulan kedua metode dapat dimaksimalkan.
  3. Pelatihan Berkala: Adakan pelatihan intensif bagi pejabat pengadaan terkait analisis kebutuhan metode, manajemen risiko, dan penggunaan SPSE, agar keputusan didasarkan data dan praktik terbaik.
  4. Monitoring Berbasis Indikator: Tetapkan indikator kinerja metode pengadaan (lead time, cost saving, kualitas hasil) dan lakukan evaluasi kuartalan untuk menyesuaikan kebijakan.
  5. Libatkan Pemangku Kepentingan: Untuk proyek strategis, bentuk Forum Konsultasi Publik yang melibatkan masyarakat, akademisi, dan asosiasi profesi, guna mendapatkan masukan terhadap model pelaksanaan terbaik.

Kesimpulan

Pemilihan antara swakelola dan tender bukanlah sekadar memilih metode administratif, melainkan keputusan strategis yang mencerminkan prioritas instansi dalam hal efisiensi, kualitas, transparansi, dan pemberdayaan lokal. Swakelola unggul dalam respons cepat, efisiensi biaya, dan keterlibatan lokal untuk kegiatan berskala mikro atau tugas teknis khusus, sedangkan tender terbuka lebih cocok untuk paket besar, kompleks, dan memerlukan inovasi serta jaminan persaingan. Dengan memahami karakteristik masing-masing metode, mematuhi batasan nilai sesuai regulasi, dan menerapkan analisis risiko yang komprehensif, instansi dapat mengoptimalkan hasil pengadaan, meminimalkan potensi penyimpangan, serta menyediakan pelayanan publik yang efektif dan berdaya guna. Implementasi keputusan yang tepat pada setiap paket pengadaan akan memastikan anggaran negara terserap secara optimal, proyek selesai sesuai kualitas dan waktu, serta kepercayaan publik terhadap proses pengadaan terus terjaga dan meningkat.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *