Kapan Pengadaan BLU Tetap Harus Pakai Perpres 46/2025?

Bicara tentang pengadaan di lingkungan Badan Layanan Umum atau BLU seringkali membuat orang bertanya-tanya: kapan aturan umum pengadaan pemerintah seperti Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2025 harus diterapkan, dan kapan BLU boleh menggunakan aturan internalnya sendiri? Untuk menjawab itu dengan gampang dimengerti, artikel ini akan menjelaskan langkah demi langkah dengan bahasa sederhana, sambil memberi gambaran tujuan Perpres 46/2025, bagaimana posisi BLU di dalamnya, dan situasi konkret ketika BLU tetap harus mengikuti ketentuan Perpres. Perjelasan ini penting karena BLU, meskipun punya fleksibilitas, tetap bagian dari sistem pengadaan publik yang memiliki konsekuensi hukum, anggaran, dan tata kelola yang perlu diperhatikan.

Perpres 46/2025: Apa dan Mengapa Penting untuk Pengadaan?

Perpres 46 Tahun 2025 adalah perubahan kedua atas Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah. Intinya, perpres ini memperbarui beberapa ketentuan utama pengadaan untuk menyesuaikan kebutuhan pemerintahan modern—misalnya menegaskan penggunaan produk dalam negeri, mempercepat digitalisasi proses, serta memberikan pedoman yang lebih jelas bagi berbagai pelaku pengadaan. Karena perpres ini merupakan aturan nasional yang mengatur mekanisme dan prinsip umum, setiap instansi terkait perlu memahami garis besar ketentuan ini agar proses pengadaan berjalan efisien, transparan, dan akuntabel. Penetapan Perpres ini dilakukan pada tanggal 30 April 2025 dan berlaku sebagai bagian dari perangkat hukum pengadaan barang/jasa pemerintahan.

Posisi BLU dalam Kerangka Pengadaan Pemerintah

BLU memiliki ciri khusus: ia diberikan fleksibilitas lebih besar dalam pengelolaan keuangan dan layanan, agar mampu memberikan layanan publik secara lebih efisien. Karena karakter itu, pengaturan teknis tentang pengadaan di lingkungan BLU sering diatur secara tersendiri—baik melalui peraturan pimpinan BLU, pedoman internal, maupun ketentuan lain yang relevan. Namun, fleksibilitas bukan berarti bebas total. Terdapat mekanisme pengecualian di Perpres 46/2025 yang menjelaskan bahwa ada kategori pengadaan yang dikecualikan dari ketentuan umum, dan pengadaan pada BLU termasuk dalam kategori yang mendapatkan perlakuan khusus. Pemahaman soal posisi ini penting supaya pimpinan BLU, pejabat pembuat komitmen, dan pengelola pengadaan dapat menentukan aturan mana yang harus dipakai di setiap situasi.

Bagian yang Menentukan Batas Fleksibilitas BLU

Dalam Perpres 46/2025, terdapat bagian yang mengatur pengecualian terhadap ketentuan umum pengadaan. Ayat-ayat ini menegaskan bahwa beberapa bentuk pengadaan tertentu tidak sepenuhnya wajib mengikuti seluruh ketentuan teknis yang ada di Perpres, karena telah diatur oleh ketentuan lain atau karena sifat kegiatan yang membutuhkan perlakuan berbeda. Salah satu pengecualian yang kerap menjadi fokus adalah pengadaan oleh BLU dan BLUD, yang disebutkan mendapat pengecualian tertentu. Namun pengecualian itu tidak otomatis berarti BLU bisa mengabaikan semua ketentuan; pengecualian diatur dengan syarat dan batas yang jelas sehingga niat memberikan fleksibilitas tidak berdampak pada lemahnya akuntabilitas.

Kapan BLU Boleh Mengikuti Aturan Pimpinan Sendiri?

BLU dapat menyusun peraturan pimpinan yang mengatur tata pelaksanaan pengadaan di lingkungannya, termasuk tata cara perencanaan, pemilihan penyedia, dan pelaksanaan kontrak. Ketika BLU sudah memiliki peraturan pimpinan yang lengkap dan sesuai perundang-undangan, pelaksanaan pengadaan dapat berpedoman pada peraturan tersebut. Artinya, selama peraturan pimpinan itu tidak bertentangan dengan ketentuan hukum yang lebih tinggi dan memenuhi prinsip-prinsip pengadaan publik—transparansi, persaingan sehat, efisiensi, dan kebertanggungjawaban—maka BLU berhak melaksanakan pengadaan dengan aturan internalnya. Ini memberi ruang bagi BLU untuk menyesuaikan prosedur dengan karakter layanan yang mereka berikan, misalnya kecepatan layanan publik atau kebutuhan teknis yang unik.

Situasi Saat Perpres 46/2025 Tetap Harus Dipakai

Ada beberapa kondisi praktis yang membuat BLU tetap harus berpegang pada ketentuan Perpres 46/2025, meskipun BLU punya peraturan internal. Pertama, bila peraturan pimpinan BLU belum disusun atau belum mencakup aspek tertentu dari proses pengadaan, maka ketentuan Perpres tetap berlaku sebagai pedoman pelaksanaan. Kedua, bila pengadaan BLU terkait dengan kewajiban tertentu yang secara eksplisit tidak dikecualikan oleh Perpres—seperti kewajiban penggunaan Produk Dalam Negeri atau pemberdayaan UMKM—maka BLU harus mengikuti ketentuan tersebut. Ketiga, bila pendanaan berasal dari sumber yang mengharuskan penerapan peraturan nasional atau donor/pemberi hibah mensyaratkan kepatuhan terhadap ketentuan nasional, Perpres 46/2025 menjadi acuan yang harus dipatuhi. Kondisi-kondisi ini membuat aturan nasional tetap relevan dalam praktik BLU.

Kewajiban Penggunaan Produk Dalam Negeri dan Keterlibatan UMKM

Salah satu poin penting dalam perubahan Perpres 46/2025 adalah penegasan mengenai kewajiban penggunaann Produk Dalam Negeri (PDN) dan peran usaha mikro, kecil, dan koperasi dalam rantai pengadaan. Perpres mengatur adanya target dan preferensi tertentu untuk PDN dan pemberian kesempatan bagi UMKM. Menariknya, meskipun pengadaan BLU dikecualikan dari sebagian ketentuan teknis, pengecualian ini tidak selalu mencakup kewajiban PDN dan keterlibatan UMKM. Dalam kata lain, BLU harus tetap memperhatikan kewajiban penggunaan produk dalam negeri dan pemberdayaan UMKM/koperasi sebagaimana diatur dalam perpres, kecuali ada aturan perundang-undangan lain yang memberikan pengecualian yang sah. Ketentuan ini penting karena menyangkut tujuan kebijakan nasional untuk membangun industri dalam negeri dan memperkuat ekonomi lokal.

Jika BLU Belum Memiliki Peraturan Pimpinan

Praktiknya, tidak semua BLU langsung memiliki peraturan pimpinan yang mengatur keseluruhan proses pengadaan. Penyusunan peraturan pimpinan membutuhkan waktu, harmonisasi dengan aturan lain, serta kajian legal dan teknis. Oleh karena itu Perpres 46/2025 mengatur bahwa bila BLU belum memiliki peraturan pimpinan, kegiatan pengadaan di lingkungan BLU harus berpedoman pada peraturan pengadaan nasional yang berlaku. Ini adalah prinsip “tidak ada celah aturan” sehingga pengadaan tidak berjalan tanpa dasar hukum yang jelas. Dengan adanya ketentuan ini, pihak internal BLU dan auditor eksternal mempunyai dasar yang sama ketika menilai kepatuhan dalam setiap proses pengadaan yang dilakukan.

BLU Rumah Sakit dan Pengadaan Alat Medis

Bayangkan sebuah rumah sakit BLU yang membutuhkan alat medis penting. Rumah sakit tersebut mungkin punya prosedur internal yang mengatur pengadaan cepat untuk kebutuhan darurat. Namun bila pengadaan itu melibatkan pembelian barang yang memiliki ketentuan TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri) atau ada target penggunaan produk lokal, maka rumah sakit tidak bisa sekadar mengandalkan kebijakan internal tanpa memperhatikan perpres. Selain itu, jika alat tersebut dibiayai oleh hibah luar negeri yang mengharuskan penerapan standar nasional, BLU harus menyesuaikan pelaksanaan pengadaan agar tidak melanggar kewajiban donor dan peraturan nasional. Dari contoh ini tampak jelas kapan aturan nasional tidak bisa diabaikan meski ada aturan internal.

Kapan Pakai Peraturan Pimpinan, Kapan Pakai Perpres

Penilaian praktis sebaiknya dilakukan oleh tim terlebih dahulu: periksa apakah peraturan pimpinan BLU sudah ada dan apakah isinya mengatur aspek yang akan dilakukan. Jika ada celah atau ketentuan nasional yang relevan (misalnya TKDN atau alokasi UMKM) masuk, maka Perpres 46/2025 harus dipakai. Jika peraturan pimpinan lengkap dan secara substantif mengatur hal tersebut tanpa bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, maka BLU dapat menggunakan aturan internalnya. Keputusan ini biasanya diambil bersama antara Pimpinan BLU, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), unit hukum, dan unit pengadaan supaya kebijakan yang diterapkan tidak menimbulkan masalah akuntabilitas di kemudian hari. Prinsip kehati-hatian dan dokumentasi menjadi kunci agar keputusan ini dapat dipertanggungjawabkan.

Dampak Kepatuhan terhadap Perpres bagi BLU

Patuh pada Perpres 46/2025 ketika ketentuan itu harus dipakai memberi beberapa dampak positif untuk BLU. Kepatuhan meningkatkan transparansi proses, mempermudah audit, dan menghindarkan BLU dari temuan pelanggaran tata kelola. Selain itu, ketika BLU mengikuti aturan PDN dan keterlibatan UMKM, itu membantu mendukung kebijakan ekonomi nasional serta membangun relasi baik dengan pemasok lokal. Namun, kepatuhan juga berarti BLU perlu mengatur proses internal agar efisien—misalnya menyiapkan standar teknis, sistem pengumuman pengadaan, dan alur evaluasi yang terintegrasi dengan sistem nasional jika diwajibkan. Dengan kata lain, kepatuhan memerlukan kesiapan administratif, bukan sekadar mengikuti aturan secara mekanis.

Peran Unit Hukum dan Pengadaan di BLU

Untuk memastikan BLU mengambil keputusan yang tepat soal penggunaan Perpres atau peraturan pimpinan, unit hukum dan unit pengadaan memiliki peran penting. Unit hukum perlu mengkaji apakah ketentuan internal BLU sejalan dengan peraturan yang berlaku, sementara unit pengadaan menyiapkan tata teknis pelaksanaan dan memastikan dokumentasi lengkap. Kolaborasi ini diperlukan pada saat menyusun peraturan pimpinan BLU sehingga peraturan tersebut memenuhi prinsip pengadaan publik namun tetap mempertahankan fleksibilitas BLU. Penguatan kapasitas unit-unit ini akan membuat BLU lebih lincah dalam melaksanakan pengadaan tanpa mengurangi kepatuhan hukum.

Ketika Sumber Dana Menentukan

Kondisi lain yang sering menentukan apakah BLU harus patuh pada Perpres adalah sumber pendanaan. Jika pengadaan dibiayai dengan dana hibah internasional atau pinjaman luar negeri, sering kali pemberi dana mensyaratkan aturan tertentu—baik itu aturan lembaga pemberi dana maupun aturan nasional yang relevan. Dalam situasi semacam ini, BLU harus memeriksa kontrak hibah dan aturan pemberi dana karena perbedaan ketentuan dapat mengharuskan penggunaan prosedur tertentu. Jika syarat donor mensyaratkan kepatuhan terhadap Perpres atau standar internasional yang setara, maka BLU perlu mengikuti ketentuan tersebut meskipun ada peraturan pimpinan internal. Ini adalah contoh nyata di mana hukum kontrak dan sumber dana berperan menentukan kerangka operasi pengadaan.

Menyusun Peraturan Pimpinan yang Sejalan dengan Perpres

Untuk memaksimalkan fleksibilitas tanpa kehilangan legitimasi, BLU disarankan merancang peraturan pimpinan dengan merujuk pada Perpres 46/2025 sejak awal. Ini berarti mengadopsi prinsip-prinsip penting—seperti persaingan sehat, transparansi, akuntabilitas, dan penggunaan PDN/UMKM—ke dalam peraturan internal namun merumuskan tata laksana yang lebih cepat dan efisien sesuai kebutuhan BLU. Dengan demikian, ketika situasi menuntut proses cepat, BLU masih dapat menjalankan pengadaan yang sah dan sesuai kebijakan nasional. Praktik ini mengurangi risiko tumpang tindih aturan dan memudahkan penjelasan kepada auditor atau pemberi dana bila diperlukan.

Kapan BLU Harus Menggunakan Perpres 46/2025

Secara ringkas, BLU harus tetap memakai Perpres 46/2025 bila: peraturan pimpinan BLU belum ada atau belum mengatur aspek yang diperlukan; bila ketentuan nasional yang tidak dikecualikan (seperti kewajiban PDN dan keterlibatan UMKM) relevan pada pengadaan; bila sumber dana mensyaratkan penerapan peraturan nasional; atau bila aspek tertentu dikecualikan dari peraturan BLU dan Perpres menjadi pedoman fallback. Dalam kondisi lain yang spesifik dan diatur secara memadai oleh peraturan pimpinan BLU, maka BLU dapat memakai aturan internalnya sendiri selama selaras dengan hukum yang lebih tinggi dan prinsip pengadaan publik. Pemahaman situasi ini membantu BLU menjaga keseimbangan antara fleksibilitas operasional dan kepatuhan hukum.

Bijak Memilih antara Fleksibilitas dan Kepatuhan

Pertanyaan “kapan pengadaan BLU tetap harus pakai Perpres 46/2025?” tidak punya jawaban tunggal — melainkan tergantung konteks administrasi, substansi pengadaan, sumber dana, dan kesiapan regulasi internal BLU. Kunci praktisnya adalah melakukan penilaian awal yang sistematis: cek keberadaan dan kelengkapan peraturan pimpinan BLU, identifikasi kewajiban nasional yang relevan, periksa sumber pendanaan, dan libatkan unit hukum serta pengadaan dalam pengambilan keputusan. Dengan pendekatan itu BLU dapat memanfaatkan fleksibilitas tanpa mengorbankan transparansi, akuntabilitas, dan kepatuhan terhadap kebijakan nasional yang diatur dalam Perpres 46/2025.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *