Physical Address
304 North Cardinal St.
Dorchester Center, MA 02124
Physical Address
304 North Cardinal St.
Dorchester Center, MA 02124
Ngobrol santai seputar pengadaan
Ngobrol santai seputar pengadaan

E-Catalog selama ini dipandang sebagai terobosan besar dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah. Banyak yang menganggapnya sebagai cara belanja yang cepat, sederhana, dan lebih modern dibandingkan proses tender konvensional. Dengan hanya beberapa klik, instansi bisa menemukan produk, memilih penyedia, dan membuat pesanan. Gambaran ini membuat banyak orang percaya bahwa E-Catalog adalah solusi paling efisien yang pernah ada.
Namun, ketika diterapkan di lapangan, berbagai persoalan mulai muncul. E-Catalog ternyata tidak selalu efektif untuk semua jenis pengadaan. Bahkan dalam banyak kasus, prosesnya bisa lebih lama, lebih rumit, dan tidak selalu sesuai harapan pengguna. Tulisan ini membahas secara naratif mengapa E-Catalog tidak selalu efisien, apa saja hambatan yang sering terjadi, dan mengapa sistem yang terlihat sederhana ini bisa menjadi cukup kompleks untuk digunakan oleh instansi pemerintah.
Pada awalnya, banyak instansi menempatkan harapan tinggi pada E-Catalog. Proses pengadaan terlihat seperti belanja online di marketplace umum. Tidak perlu tender panjang, tidak perlu banyak dokumen, dan tidak perlu evaluasi administrasi yang berlapis-lapis. Semua terlihat lebih praktis.
Namun, saat digunakan, efisiensi itu tidak selalu muncul. PPK dan pejabat pengadaan mulai menyadari bahwa banyak tahapan yang tetap membutuhkan waktu, banyak hal yang tetap harus dicek secara mendalam, dan tidak semua kebutuhan bisa langsung terpenuhi dengan katalog. Pada titik ini, muncul kesadaran bahwa E-Catalog bukanlah solusi instan yang menyelesaikan semua masalah pengadaan.
Salah satu hambatan terbesar yang sering ditemui adalah ketersediaan barang yang tidak selalu lengkap. Banyak instansi yang membutuhkan barang dengan spesifikasi teknis tertentu, tetapi barang tersebut tidak muncul di E-Catalog. Kondisi ini menyebabkan proses harus kembali ke mekanisme pengadaan lain seperti tender atau pengadaan langsung, yang tentu memakan waktu lebih lama.
Bahkan ketika barang yang dicari tersedia, spesifikasi teknisnya sering kali tidak sesuai kebutuhan. Misalnya, laptop yang ada di katalog mungkin hanya versi standar, padahal instansi membutuhkan versi yang lebih tinggi. Atau alat kesehatan yang muncul di katalog belum tentu memiliki izin edar yang sesuai. Perbedaan ini membuat PPK ragu untuk melanjutkan pembelian karena khawatir barang yang dibeli tidak memenuhi kebutuhan sebenarnya.
Banyak yang mengira harga barang di E-Catalog pasti lebih murah daripada harga pasaran. Kenyataannya tidak selalu begitu. Dalam banyak kasus, harga yang tertera justru lebih tinggi. Penyebabnya beragam. Ada penyedia yang menaikkan harga karena harus mengantisipasi diskon atau potongan harga saat negosiasi. Ada juga penyedia yang menetapkan harga tinggi karena persaingan di kategori tersebut rendah atau bahkan tidak ada.
Negosiasi harga yang seharusnya menjadi solusi pun tidak selalu efektif. Beberapa penyedia hanya memberikan potongan harga yang sangat kecil, atau bahkan menolak negosiasi karena merasa produknya sudah mengikuti standar yang mereka tetapkan. Situasi ini membuat instansi harus membayar lebih mahal daripada membeli langsung dari distributor di luar katalog. Pada akhirnya, efisiensi biaya yang diharapkan tidak tercapai.
Selain persoalan harga dan ketersediaan, masalah teknis sering kali menjadi penghambat terbesar dalam penggunaan E-Catalog. Pada masa-masa puncak seperti menjelang akhir tahun anggaran, banyak pengguna mengeluhkan sistem menjadi sangat lambat, bahkan tidak bisa diakses. Proses yang harusnya selesai dalam beberapa menit berubah menjadi berjam-jam.
Kesalahan data juga sering ditemukan. Ada penyedia yang memasang gambar produk yang tidak sesuai, deskripsi yang salah, atau spesifikasi teknis yang tidak lengkap. Hal-hal seperti ini membuat PPK harus mengecek ulang dan menghubungi penyedia untuk memastikan kebenaran informasi. Proses yang seharusnya otomatis pun berubah menjadi komunikasi manual yang menghabiskan waktu.
Tidak semua kategori barang atau jasa memiliki penyedia yang cukup banyak. Di beberapa kategori, penyedia hanya satu atau dua. Ketika kondisi ini terjadi, harga menjadi tidak kompetitif dan kualitas layanan pun tidak terjamin. Penyedia tidak merasa punya pesaing sehingga tidak terlalu terdorong untuk memberikan layanan terbaik.
Situasi menjadi lebih sulit ketika penyedia tersebut tidak aktif merespons pesanan. Ada penyedia yang lama merespons negosiasi atau bahkan tidak menanggapi pesanan sama sekali. PPK pun harus membatalkan pesanan dan mencari penyedia lain, yang tentunya menghambat efisiensi yang diharapkan dari E-Catalog.
E-Catalog masih terbatas dalam hal fitur. Dalam banyak kasus, informasi teknis barang tidak cukup detail untuk dijadikan dasar pemilihan. Terutama untuk pembelian alat laboratorium, alat kesehatan, atau perangkat teknologi informasi yang memiliki banyak parameter teknis. PPK harus mencari informasi tambahan di luar katalog, yang sebenarnya menambah beban kerja.
Fitur perbandingan antar produk juga belum optimal. Jika ingin membandingkan dua atau tiga produk, pengguna harus membuka beberapa tab dan melakukan perbandingan manual. Tidak ada fitur otomatis yang membantu membandingkan spesifikasi. Ini membuat proses pemilihan menjadi lebih lama dan melelahkan.
Banyak pengguna mengeluhkan bahwa barang yang terlihat tersedia dalam sistem ternyata tidak benar-benar ada. Penyedia kadang lupa memperbarui stok atau sengaja tidak memperbaruinya. Akibatnya, pesanan sudah dibuat tetapi kemudian dibatalkan oleh penyedia karena barang habis.
Ada juga kasus ketika pesanan diterima, tetapi penyedia membutuhkan waktu yang sangat lama untuk mengirim barang karena stok sebenarnya belum siap. Kondisi ini menyebabkan kegiatan instansi terhambat karena barang yang dibeli tidak datang tepat waktu.
Beberapa penyedia yang masuk ke E-Catalog tidak sepenuhnya memahami kewajiban mereka sebagai penyedia pengadaan pemerintah. Mereka menganggap transaksi E-Catalog seperti jual beli biasa, padahal ada kewajiban tambahan seperti garansi, layanan purna jual, hingga standar waktu pengiriman.
Akibat kurangnya pemahaman, terjadi banyak kasus keterlambatan pengiriman atau produk tidak sesuai dengan spesifikasi. Bahkan ada penyedia yang tidak sanggup memberikan garansi seperti yang tercantum dalam katalog. Semua ini menambah beban kerja PPK dan pejabat pengadaan.
E-Catalog diatur oleh berbagai ketentuan yang harus dipahami oleh PPK, pejabat pengadaan, dan UKPBJ. Namun dalam praktiknya, pemahaman terhadap regulasi ini tidak selalu seragam. Ada PPK yang menganggap negosiasi wajib dilakukan dalam semua kondisi, ada pula yang merasa negosiasi tidak perlu jika harga sudah cocok.
Perbedaan pemahaman ini sering menjadi sumber perdebatan internal di instansi. Bahkan di beberapa tempat, pimpinan memaksakan agar semua pengadaan harus lewat E-Catalog, padahal sebenarnya tidak semua jenis pengadaan cocok dilakukan melalui katalog.
Di banyak daerah, akses internet masih menjadi masalah. Karena E-Catalog sepenuhnya berbasis online, koneksi yang lambat dapat menghambat proses secara signifikan. Perangkat komputer yang digunakan instansi juga tidak selalu mendukung penggunaan aplikasi katalog dengan optimal, terutama di daerah yang masih minim fasilitas.
Ketergantungan pada sistem digital ini membuat E-Catalog kurang efisien untuk daerah dengan infrastruktur TI yang belum memadai.
Meskipun banyak kendala, E-Catalog bukanlah platform yang buruk. Justru sistem ini memiliki potensi besar untuk membuat pengadaan lebih modern, lebih transparan, dan lebih cepat. Namun beberapa perbaikan perlu dilakukan seperti peningkatan validasi data produk, penambahan penyedia untuk meningkatkan kompetisi, serta pelatihan intensif bagi PPK dan pejabat pengadaan agar lebih paham cara kerja katalog.
Selain itu, peningkatan kapasitas server dan perbaikan fitur seperti perbandingan produk otomatis juga akan membuat proses lebih nyaman dan efisien.
E-Catalog memang memberikan harapan baru dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah. Namun, efisiensi yang dijanjikan tidak selalu bisa dirasakan oleh semua pengguna. Mulai dari masalah ketersediaan barang, harga yang tidak kompetitif, kendala teknis, kurangnya kompetisi penyedia, hingga perbedaan interpretasi regulasi, semuanya menjadi hambatan nyata yang sering terjadi di lapangan.
E-Catalog bukan sistem yang sempurna, tetapi tetap menjadi langkah besar menuju pengadaan yang lebih transparan dan terbuka. Dengan perbaikan berkelanjutan dan pemahaman yang lebih baik dari berbagai pihak, E-Catalog dapat menjadi alat yang benar-benar efisien dan bermanfaat bagi instansi pemerintah di seluruh Indonesia.