Physical Address
304 North Cardinal St.
Dorchester Center, MA 02124
Physical Address
304 North Cardinal St.
Dorchester Center, MA 02124
Ngobrol santai seputar pengadaan
Ngobrol santai seputar pengadaan

Pengadaan yang dikecualikan sering dipahami sebagai wilayah yang lebih “longgar” dibandingkan dengan pengadaan barang dan jasa pada umumnya. Banyak orang mengira bahwa ketika suatu proses masuk kategori pengecualian, maka seluruh prinsip pengadaan tidak lagi berlaku dan pejabat pengadaan tidak perlu mengikuti aturan apa pun. Padahal, kenyataannya jauh lebih kompleks. Sekalipun pengecualian memberi fleksibilitas, ia tidak pernah menghilangkan kebutuhan akan tata kelola. Pada titik inilah peran Pejabat Pembuat Komitmen, atau PPK, menjadi sangat penting. PPK tetap memegang tanggung jawab utama untuk memastikan bahwa proses pengadaan berlangsung sah, akuntabel, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Artikel ini akan menguraikan secara panjang dan mendalam tentang apa sebenarnya pengadaan yang dikecualikan itu, bagaimana ruang lingkup pengecualian bekerja menurut regulasi, dan mengapa PPK tetap harus menjalankan peran strategis meskipun mekanisme formal pengadaan tidak berlaku penuh. Dengan bahasa sederhana dan penjelasan naratif, pembahasan ini diharapkan dapat membantu ASN, pejabat pengadaan, maupun pihak lain yang terlibat untuk memahami posisi PPK secara lebih utuh dalam pengadaan yang masuk kategori pengecualian.
Sebelum membahas peran PPK, penting untuk memahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan pengadaan yang dikecualikan. Banyak ASN yang bekerja di lapangan mengira bahwa pengecualian berarti sebuah kegiatan bisa dilakukan dengan “cara apa saja”. Persepsi seperti itu dapat membahayakan karena berpotensi melahirkan kekeliruan administratif dan risiko hukum, terutama ketika pemeriksa menemukan bahwa pengecualian tidak dimaknai dengan tepat.
Pengadaan yang dikecualikan adalah pengadaan yang tidak wajib mengikuti tata cara pengadaan barang dan jasa sebagaimana diatur dalam Perpres PBJ. Namun pengecualian tersebut bukan berarti tidak ada rambu-rambu. Pengecualian biasanya diberikan untuk jenis kegiatan tertentu yang secara sifat, karakter, atau fungsi tidak mungkin dijalankan dengan prosedur formal pengadaan yang ketat. Misalnya, kegiatan penanganan kerahasiaan negara, pembelian hasil produksi tertentu yang memiliki regulasi khusus, atau proses yang melibatkan lembaga internasional dengan aturan tersendiri.
Di lapangan, pengecualian ini sering diterjemahkan sebagai “tidak perlu tender”, padahal konteksnya jauh lebih luas. Pengadaan yang dikecualikan bisa tetap memerlukan pembuktian nilai, pengendalian mutu, dan pertanggungjawaban penggunaan anggaran. Artinya, pengecualian tidak menyentuh aspek akuntabilitas, melainkan hanya menyederhanakan tata cara. Di sinilah PPK harus memahami batas-batas yang diperbolehkan, sehingga tidak salah langkah dalam menafsirkan kebebasan yang diberikan kepada unit kerja dalam kategori pengecualian tersebut.
Jika suatu pengadaan tidak wajib mengikuti mekanisme PBJ yang umum, pertanyaannya adalah mengapa masih perlu ada PPK? Pertanyaan ini sering muncul terutama pada pegawai baru atau unit kerja dengan pengalaman pengadaan yang minim. Padahal jawabannya sederhana: karena setiap penggunaan anggaran negara tetap harus memiliki pejabat yang bertanggung jawab. Tidak peduli apakah mekanisme tender diterapkan atau tidak, uang negara tetap uang negara, dan pertanggungjawaban penggunaannya tidak dapat dihapuskan hanya karena suatu kegiatan dikecualikan.
PPK berperan sebagai pejabat yang bertanggung jawab atas pencapaian output kegiatan, penggunaan anggaran, serta keabsahan proses. Artinya, meskipun pengadaan dikecualikan dari prosedur tender atau seleksi penyedia, PPK tetap wajib memastikan bahwa keputusan yang diambil sesuai dengan aturan yang menjadi dasar pengecualian tersebut. PPK juga harus memastikan bahwa seluruh dokumen, mulai dari perencanaan, penunjukan pihak pelaksana, hingga penyelesaian pekerjaan, terdokumentasi dengan baik.
Dengan kata lain, pengecualian tidak menghapus kebutuhan akan governance. PPK adalah penjaga utama governance tersebut. PPK memastikan bahwa pengecualian tidak disalahgunakan untuk praktik yang merugikan negara. Tanggung jawab moral dan administratif PPK tetap menempel, sehingga setiap proses harus tetap dijalankan secara rasional, efektif, dan transparan dalam batas yang diperbolehkan.
Untuk menjalankan tugas dalam pengadaan yang dikecualikan, PPK harus memiliki pemahaman yang komprehensif mengenai peraturan yang melandasi pengecualian tersebut. Jika tidak, PPK sangat berisiko melakukan interpretasi keliru yang dapat berdampak pada temuan pemeriksaan. Misalnya, banyak kasus di mana unit kerja menganggap suatu pengadaan termasuk pengecualian karena tidak menemukan item tersebut dalam katalog PBJ, padahal pengecualian seharusnya mengacu pada aturan khusus lain, bukan sekadar ketidaktersediaan pada katalog atau mekanisme.
Memahami regulasi berarti PPK harus tahu batasan, syarat, dan konteks pengecualian. Pengecualian bukan label yang dapat ditempelkan secara bebas. Ada kategori yang jelas, seperti pengecualian untuk pengadaan senjata, bahan peledak tertentu, kegiatan intelijen, hingga pengecualian untuk pengadaan melalui mekanisme lembaga internasional. Setiap kategori memiliki aturan turunan. Tanpa memahami kerangka ini, PPK akan kesulitan menjalankan peran pengendalian dan bisa saja salah mengambil keputusan, terutama terkait penunjukan pihak dan pembentukan administrasi pendukung.
Banyak PPK baru yang mengira pengecualian berarti “tidak wajib membuat kontrak”. Padahal, banyak pengadaan dikecualikan tetap memerlukan kontrak yang memuat hak dan kewajiban kedua belah pihak. Kontrak bukan bagian dari prosedur tender, tetapi bagian dari governance. Inilah yang harus dipahami: peraturan PBJ mungkin dikecualikan, tetapi aturan pengelolaan keuangan negara tetap berlaku. PPK harus menjembatani dua dunia tersebut.
Dalam pengadaan dikecualikan, salah satu area yang paling sering diabaikan adalah dokumentasi. Karena tidak ada tender, tidak ada evaluasi penawaran, dan tidak ada proses pemilihan penyedia seperti biasanya, banyak unit kerja akhirnya melewati dokumentasi dasar yang sebenarnya menjadi tulang punggung pertanggungjawaban. PPK sering menghadapi situasi di mana pekerjaan sudah selesai, tetapi dokumen justifikasi, notulen penunjukan pihak, atau bukti harga tidak disiapkan dengan baik sejak awal.
Sebagai pejabat yang bertanggung jawab, PPK tidak boleh membiarkan hal ini terjadi. Dokumentasi bukan formalitas, melainkan mekanisme pengaman. Tanpa dokumentasi, pengecualian akan tampak seperti proses informal yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Ketika auditor meminta bukti mengapa suatu pihak ditunjuk, PPK harus bisa menunjukkan dasar penunjukan tersebut. Ketika auditor mempertanyakan kewajaran harga, PPK harus dapat menjelaskan referensi harga yang digunakan. Semua itu hanya dapat dilakukan jika dokumentasi disiplin disiapkan sejak awal.
Dokumentasi juga berfungsi sebagai catatan jika suatu hari terdapat pemeriksaan lanjutan atau penggantian pejabat. Banyak PPK diganti di tengah jalan, dan PPK baru akan kesulitan memahami apa yang sudah dilakukan jika dokumentasi sebelumnya minim. Karena itu, dokumentasi bukan hanya kewajiban peraturan, tetapi bagian dari manajemen risiko organisasi. Apalagi dalam pengadaan yang dikecualikan, prosesnya tidak baku, sehingga dokumentasi menjadi satu-satunya bukti bahwa keputusan diambil dengan pertimbangan yang memadai.
Salah satu tantangan terbesar bagi PPK dalam pengadaan yang dikecualikan adalah bagaimana memilih pihak yang akan melaksanakan pekerjaan. Tanpa mekanisme pemilihan penyedia, PPK harus menggunakan pertimbangan profesional berdasarkan regulasi, referensi, dan kebutuhan program. Penunjukan langsung bukan sekadar memilih pihak yang sudah dikenal atau dianggap paling mudah diajak bekerja sama. Penunjukan juga bukan ruang untuk memberikan preferensi yang tidak objektif.
PPK harus bisa menunjukkan bahwa pihak yang ditunjuk memang memenuhi kriteria yang relevan dengan pengecualian tersebut. Misalnya, jika pengecualian berlaku karena kegiatan melibatkan lembaga internasional tertentu, maka lembaga itulah yang harus menjadi pelaksana atau pihak yang ditunjuk melalui mekanisme mereka. Jika pengecualian berlaku karena sifat tertentu dari layanan, maka PPK harus dapat menjelaskan bahwa penunjukan pihak tersebut tidak dapat digantikan oleh mekanisme lainnya.
Di sinilah pemahaman PPK tentang konteks pengecualian menjadi penting. Penunjukan tidak bisa dilakukan secara serampangan. PPK harus tetap memegang prinsip kehati-hatian, termasuk melakukan klarifikasi layanan, memastikan kapasitas, dan mendokumentasikan diskusi-diskusi penting yang melandasi penunjukan. Tanpa ini, PPK dapat dianggap melampaui kewenangannya.
Meskipun pengadaan dikecualikan tidak menggunakan mekanisme pemilihan penyedia yang umum, pelaksanaan pekerjaan tetap harus dikendalikan oleh PPK. Pengendalian ini meliputi memastikan pekerjaan sesuai dengan kebutuhan, memonitor progres kegiatan, serta memberikan arahan jika ada penyesuaian yang diperlukan. Dalam banyak kasus, karena prosesnya lebih fleksibel, risiko penyimpangan justru lebih besar. Fleksibilitas tanpa kontrol adalah pintu masuk ketidakteraturan.
Pengendalian yang baik berarti PPK aktif mengikuti pelaksanaan pekerjaan, tidak hanya melihat laporan dari pelaksana. PPK harus memahami output apa yang seharusnya dicapai, standar seperti apa yang diharapkan, dan batasan-batasan apa yang berlaku. Jika pekerjaan berjalan tidak sesuai rencana, PPK perlu mengambil langkah korektif, termasuk melakukan klarifikasi, mengevaluasi ulang kebutuhan, atau melakukan perubahan kontrak jika memang ada dasar yang sesuai.
Pengendalian juga berarti memastikan bahwa pekerjaan selesai tepat waktu. Meskipun pengadaan dikecualikan, timeline kegiatan tetap penting karena terkait dengan serapan anggaran dan kinerja organisasi. Jika pekerjaan terlambat tanpa alasan yang jelas, maka audit akan mempertanyakan peran PPK dalam mengawal proses tersebut.
Tanggung jawab utama PPK dalam setiap kegiatan yang menggunakan anggaran negara adalah memastikan bahwa seluruh biaya yang dikeluarkan dapat dipertanggungjawabkan. Dalam pengadaan yang dikecualikan, tantangan ini lebih besar karena tidak ada mekanisme perbandingan harga antarpenyedia seperti pada tender. Namun ketidakadaan tender tidak membebaskan PPK dari kewajiban melakukan kewajaran biaya.
PPK harus bisa menjelaskan dasar penentuan harga. Bisa melalui survei sederhana, pembanding historis, atau referensi lain yang dapat diakses secara rasional. Ketika auditor bertanya mengapa harga tertentu dipilih, PPK harus bisa menunjukkan dokumen yang menunjukkan justifikasi tersebut. Jika tidak, auditor dapat menganggap bahwa PPK tidak menjalankan prinsip kehati-hatian.
Pertanggungjawaban juga menyangkut bukti pembayaran, bukti penerimaan barang atau jasa, dan dokumen penyelesaian pekerjaan. Banyak kasus terjadi di mana PPK kesulitan mempertanggungjawabkan karena dokumen penerimaan tidak disiapkan, padahal pekerjaan sudah selesai. Padahal, dokumen-dokumen tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari pertanggungjawaban anggaran.
Kesalahan dalam memahami pengadaan yang dikecualikan dapat membawa risiko besar bagi PPK. Banyak pejabat menganggap bahwa pengecualian berarti tidak akan ada pemeriksaan mendalam, padahal justru sebaliknya. Karena pengecualian memungkinkan fleksibilitas lebih besar, auditor sering melakukan penilaian lebih detail untuk memastikan tidak ada penyimpangan.
Jika PPK salah menafsirkan dasar pengecualian, maka proses pengadaan dapat dinilai tidak sah atau tidak sesuai regulasi. Konsekuensinya bisa berupa teguran administratif, pengembalian kerugian negara, atau dalam kasus ekstrem dapat mengarah pada sanksi hukum. Kesalahan tidak hanya terkait pelaksanaan, tetapi juga pada aspek dokumentasi dan justifikasi. Auditor tidak hanya memeriksa output, tetapi bagaimana keputusan diambil dan apakah pertimbangannya mampu dipertanggungjawabkan.
Risiko lain adalah rusaknya kredibilitas organisasi. Ketika suatu instansi berulang kali melakukan kesalahan dalam pengadaan dikecualikan, publik dapat mempertanyakan transparansi dan integritasnya. Ini dapat membahayakan reputasi organisasi dan mengurangi kepercayaan pemangku kepentingan. Pada level ini, PPK memegang peran besar dalam memastikan proses berjalan lurus.
Pada akhirnya, tidak ada mekanisme yang dapat menggantikan peran PPK dalam pengadaan dikecualikan. Pengadaan, apa pun bentuknya, membutuhkan seseorang yang bertanggung jawab atas keputusan dan pelaksanaannya. PPK adalah pejabat yang diberi mandat formal untuk memegang amanah ini. Tanggung jawab PPK mencakup memastikan bahwa seluruh proses berjalan sesuai aturan, bahwa anggaran digunakan secara efektif, dan bahwa hasil kegiatan memberikan manfaat nyata bagi organisasi.
Pengecualian hanyalah penyederhanaan mekanisme, bukan penghapusan tata kelola. Tanpa PPK, pengadaan dikecualikan berisiko menjadi proses tanpa kontrol. Dengan PPK, proses tetap dalam koridor yang terukur dan dapat diawasi. Peran ini bukan hanya administratif, tetapi moral dan strategis. PPK memastikan bahwa pengecualian tidak menjadi celah untuk penyimpangan.
Pengadaan yang dikecualikan sering menimbulkan persepsi keliru seolah-olah bebas dari aturan, padahal faktanya tetap memerlukan kendali dan pertanggungjawaban yang kuat. PPK adalah pejabat yang paling menentukan dalam memastikan bahwa seluruh proses tetap akuntabel, transparan, dan sesuai regulasi. Mulai dari pemahaman aturan pengecualian, penunjukan pihak, dokumentasi, pengendalian pelaksanaan, hingga pertanggungjawaban anggaran, semuanya membutuhkan peran aktif PPK.
Pengecualian hanya berlaku pada tata cara pengadaan, bukan pada prinsip pengelolaan keuangan negara. Karena itu, PPK tidak boleh mengabaikan aspek dokumentasi, kewajaran biaya, maupun dasar penetapan keputusan. Dengan manajemen yang baik, pengadaan dikecualikan dapat menjadi instrumen efektif bagi organisasi untuk melaksanakan tugasnya tanpa dibebani prosedur panjang, tetapi tetap aman dan akuntabel.
Dengan memahami peran PPK secara mendalam, setiap unit kerja dapat memastikan bahwa pengecualian bukan menjadi ruang abu-abu, melainkan tetap berada dalam koridor tata kelola yang benar. PPK adalah penjaga integritas dalam pengadaan dikecualikan, dan perannya tetap krusial, tidak peduli seberapa longgar pun mekanisme yang diberlakukan.