Sengketa Tender: Penyebab dan Penyelesaiannya

1. Pendahuluan: Kompleksitas dan Dampak Sengketa Tender


Dalam ranah Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ), tender merupakan mekanisme utama untuk menjamin efisiensi dan transparansi belanja pemerintah. Namun, praktik tender di lapangan kerap diwarnai sengketa yang memakan waktu, sumber daya, dan menimbulkan ketidakpastian baik bagi penyedia maupun pemerintah daerah. Sengketa tender tidak hanya menunda pelaksanaan proyek, tetapi juga menggerus kepercayaan publik pada tata kelola keuangan negara. Oleh karena itu, memahami akar penyebab sengketa dan menguasai mekanisme penyelesaian menjadi penting bagi seluruh pemangku kepentingan: pejabat pengadaan, panitia, DPRD, serta vendor. Artikel ini menelaah penyebab sengketa secara mendalam dan memaparkan alternatif penyelesaian hukum dan non-hukum yang komprehensif.

2. Definisi dan Kerangka Regulasi Sengketa Tender


Secara umum, sengketa tender adalah perselisihan yang muncul dari proses pengadaan antara pihak penyedia (vendor) dengan panitia atau pejabat pengadaan. UU 2/2017 dan PP 16/2018 memberikan landasan hukum mekanisme sanggah (pre-award) dan sanggah banding (post-award), serta pembentukan Lembaga Penyelesaian Sengketa Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LPS-PBJ). Di samping itu, Peraturan LKPP mengatur tata cara sanggah, batas waktu pengajuan, serta tahapan evaluasi permohonan sanggah yang harus diselesaikan selambat-lambatnya 14 hari kerja. Kerangka ini menekankan prinsip keadilan proses, dengan menyediakan forum internal sebelum berlanjut ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atau Badan Arbitrase.

3. Jenis-Jenis Sengketa dalam Proses Tender


Sengketa tender dapat muncul di hampir setiap tahap proses PBJ, mencerminkan kerentanan mekanisme lelang pada kesalahan prosedural, ketidaksesuaian dokumen, atau konflik kepentingan. Berikut klasifikasi sengketa paling umum beserta karakteristik dan implikasinya:

3.1 Sanggah Pra-Penetapan Pemenang (Pre-Award Challenge)
Sanggah pra-penetapan pemenang diajukan sebelum hasil lelang diumumkan secara resmi. Tujuannya menolak atau merevisi syarat administrasi, teknis, atau harga dalam Dokumen Pemilihan (Dokak). Vendor memiliki waktu 7 hari kerja sejak pengumuman Dokak untuk mengajukan sanggahan. Isu yang sering muncul adalah: persyaratan kelayakan yang terlalu ketat, spesifikasi teknis yang bias terhadap satu penyedia, atau ketidaksesuaian jadwal lelang. Proses verifikasi pra-award memakan waktu rata-rata 5—7 hari kerja di LPS-PBJ, dan keberhasilan sanggah mengharuskan panitia memperbaiki dokumen sebelum tahap evaluasi. Jika panitia gagal menindaklanjuti, vendor dapat membatalkan lelang dan menuntut pengeluaran biaya partisipasi.

3.2 Sanggah Pascapenetapan Pemenang (Post-Award Challenge)
Setelah pemenang ditetapkan, vendor lain dapat mengajukan sanggah banding dalam 5 hari kerja. Sengketa ini biasanya berkaitan dengan hasil evaluasi harga atau teknis—misalnya klaim adanya mark-up HPS, kesalahan perhitungan skor, atau indikasi kolusi dalam tabulasi penilaian. Panel LPS-PBJ wajib menyelesaikan sanggah pasca-award dalam 14 hari kerja sesuai PP 16/2018. Putusan dapat berupa membatalkan penetapan pemenang, memerintahkan evaluasi ulang, atau menolak sanggahan. Keputusan pasca-award sangat krusial karena mempengaruhi realisasi kontrak dan dapat menunda pelaksanaan proyek hingga beberapa bulan.

3.3 Sengketa Kontrak (Contractual Disputes)
Sengketa ini muncul setelah kontrak ditandatangani, umumnya menyoal perubahan lingkup pekerjaan (addendum), keterlambatan pelaksanaan tanpa penalti, atau perselisihan harga termin. Vendor dapat mengklaim jemput waktu tambahan karena kondisi force majeure atau memohon penyesuaian harga jika terjadi inflasi bahan baku. Panitia wajib menindaklanjuti klaim dalam rapat perubahan kontrak, mencantumkan justifikasi tertulis dan estimasi biaya tambahan. Jika tidak ada kesepakatan, pihak yang dirugikan dapat membawa sengketa ke arbitrase atau PTUN. Sengketa kontrak mempengaruhi cash flow penyedia dan dapat memicu sanksi pidana jika terdapat indikasi korupsi kontrak.

3.4 Sengketa Pelaksanaan (Performance Disputes)
Berbeda dari sengketa kontraktual, sengketa pelaksanaan berfokus pada kualitas dan kuantitas hasil kerja—seperti pekerjaan konstruksi yang tidak sesuai Gambar Kerja, spesifikasi material yang tidak memenuhi SNI, atau penundaan serah terima tanpa alasan sah. Dalam banyak kasus, panitia pengawas lapangan dan tim acceptance test harus melakukan uji mutu dan menyusun Berita Acara Penerimaan Sementara (BAPS). Jika pengerjaan dianggap gagal, pemerintah dapat menahan pembayaran termin atau meminta perbaikan tanpa biaya. Sengketa ini sering kali berujung pada penuntutan ganti rugi dan perbaikan teknis, menunda pemanfaatan aset publik.

3.5 Sengketa Putusan Panel LPS-PBJ (Review of Panel Decisions)
Jika vendor tidak puas dengan putusan LPS-PBJ, hak selanjutnya adalah mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dalam waktu 14 hari setelah putusan panel. Gugatan PTUN memerlukan biaya dan proses panjang (6—12 bulan), namun putusan PTUN bersifat final dan dapat membatalkan keputusan lelang atau memerintahkan pemda menindaklanjuti rekomendasi panel. Penggunaan jalur PTUN dipilih jika vendor yakin terdapat pelanggaran prosedural signifikan atau konflik kepentingan panitia yang tidak tertangani di LPS-PBJ.

Dengan memahami kelima jenis sengketa ini, pejabat PBJ dan vendor dapat mempersiapkan langkah preventif—seperti validasi menyeluruh Dokak maupun HPS—serta memetakan strategi penyelesaian sengketa yang paling efektif sesuai karakter perkara.

4. Penyebab Sengketa Tender: Analisis Akar Masalah


Sengketa tender biasanya berakar pada beberapa faktor utama:

  1. Ketidaksesuaian RUP dan Kebutuhan Lapangan
    • Dokumen RUP yang tidak up-to-date seringkali gagal mencerminkan scope of work sebenarnya, memunculkan keberatan vendor yang merasa persyaratan teknis kurang jelas atau berubah-ubah.
    • Proses perencanaan yang terburu-buru tanpa studi kelayakan mengakibatkan kesenjangan antara spesifikasi dan kondisi lapangan, memicu sanggah saat tahap verifikasi administrasi.
  2. HPS dan Perbandingan Penawaran
    • HPS yang ditetapkan tanpa survey pasar memicu selisih harga lelang signifikan, sehingga vendor menuduh mark-up HPS atau penyalahgunaan data benchmark.
    • Kurangnya transparansi nilai HPS sebelum lelang memberi ruang bagi praktek nego harga di balik layar.
  3. Dokumen Pemilihan dan Syarat Seleksi
    • Spesifikasi teknis yang terlalu mendetail (over-spec) atau sebaliknya terlalu longgar dapat memunculkan keberatan—pertama karena menimbulkan entry barrier, kedua karena membuka celah penafsiran berbeda antar pihak.
    • Kriteria pengalaman dan keuangan yang tidak proporsional menimbulkan tuduhan diskriminasi terhadap vendor kecil.
  4. Kepatuhan Prosedural dan Integritas Panitia
    • Pelanggaran KPBU, undangan lelang yang tidak sesuai jadwal, atau rincian dokumen yang hilang menyebabkan vendor menggugat prosedural.
    • Konflik kepentingan panitia, seperti adanya afiliasi dengan vendor tertentu, memicu tuduhan kolusi.
  5. Perubahan Kontrak dan Addendum Tak Berbasis Kebutuhan Mendesak
    • Addendum kontrak yang dikeluarkan tanpa justifikasi force majeure menyebabkan vendor lain menuntut keringanan atau pencerahan mechanism.

5. Mekanisme Penyelesaian Sengketa di LPS-PBJ


Lembaga Penyelesaian Sengketa Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LPS-PBJ) dirancang sebagai forum internal yang cepat dan efektif sebelum vendor menempuh jalur litigasi. Mekanisme ini mencakup langkah-langkah berikut:

5.1 Pengajuan Permohonan Sanggah melalui SPSE

  • Vendor wajib mengajukan permohonan sanggah elektronik paling lambat 7 hari kerja sebelum penetapan pemenang (pre-award), atau 5 hari kerja setelah pengumuman pemenang (post-award).
  • Formulir online harus dilengkapi dengan: ringkasan alasan sanggah, uraian pasal regulasi yang dianggap dilanggar, dokumen pendukung (salinan RUP, Dokak, HPS), dan pernyataan kebenaran data bermaterai.

5.2 Verifikasi Administratif oleh Sekretariat LPS-PBJ

  • Sekretariat LPS-PBJ memeriksa kelengkapan berkas dalam 2 hari kerja: validasi batas waktu, keaslian dokumen, dan kualifikasi pemohon.
  • Jika dokumen tidak lengkap, sekretariat mengirim notifikasi pengajuan ulang dalam 1 hari kerja.

5.3 Pembentukan dan Penunjukan Panel Pemeriksa

  • Dalam 3 hari kerja setelah verifikasi, Ketua LPS-PBJ menunjuk panel terdiri dari: perwakilan OPD terkait, ahli hukum pengadaan LKPP, dan satu anggota akademisi atau asosiasi profesi.
  • Panel bersifat independen dan wajib menandatangani pernyataan netralitas.

5.4 Sidang Panel dan Fase Pembuktian

  • Sidang pertama dijadwalkan dalam 5—7 hari kerja setelah panel terbentuk.
  • Vendor dan panitia pengadaan mempresentasikan bukti, keterangan ahli, dan argumen teknis/hukum dalam format tertulis dan presentasi verbal.
  • Sidang bersifat tertutup, namun notulen dan daftar hadir dicatat untuk audit trail.

5.5 Rapat Deliberasi dan Penyusunan Putusan

  • Panel melakukan deliberasi internal dalam 3 hari kerja, menilai kesesuaian fakta, regulasi, dan prinsip keadilan prosedural.
  • Draft putusan memuat: ringkasan kasus, pertimbangan substantif, rekomendasi tindakan (tolak, perbaiki dokumen, atau batalkan lelang), serta batas waktu implementasi.

5.6 Penetapan dan Publikasi Putusan Sanggah

  • Ketua LPS-PBJ menerbitkan keputusan final dalam 2 hari kerja setelah deliberasi.
  • Putusan diunggah di SPSE, portal pengadaan terbuka daerah, dan dikirim notifikasi ke vendor, panitia, dan PPK.

5.7 Tindak Lanjut dan Monitoring Pelaksanaan Putusan

  • PPK wajib melaksanakan rekomendasi putusan dalam 3 hari kerja: merevisi Dokak, HPS, atau membatalkan paket.
  • Sekretariat LPS-PBJ memonitor status tindak lanjut melalui dashboard real-time hingga 14 hari kalender.
  • Laporan kepatuhan diunggah triwulanan dan menjadi bahan evaluasi kinerja panitia.

5.8 Hak Banding dan Upaya Lanjutan

  • Jika pihak tidak puas, vendor bisa mengajukan permohonan peninjauan kembali ke BPKP atau menggugat ke PTUN dalam 14 hari sejak putusan panel.
  • Selama proses banding, lelang ditangguhkan sampai ada keputusan final, kecuali putusan panel menyatakan cukup alasan untuk lanjut.

Dengan alur yang tegas dan terukur ini, LPS-PBJ memastikan sengketa diselesaikan secara adil, akurat, dan sesuai tempo regulasi—mengurangi kestagnasian proyek dan meminimalkan kebutuhan eskalasi ke jalur hukum eksternal.

6. Alternatif Penyelesaian: Mediasi dan Negosiasi


Di luar LPS-PBJ, mediasi formal atau negosiasi langsung dapat ditempuh:

  • Mediasi: difasilitasi Inspektorat atau LSM, mekanisme win-win solution dengan perwakilan vendor dan panitia, berfokus pada kesesuaian teknis dan harga.
  • Negosiasi: PPK melakukan diskusi terbatas dengan vendor untuk memperbaiki Dokak atau HPS sebelum proses penetapan pemenang.

7. Sengketa Kontrak: Penanganan Melalui Arbitrase dan Pengadilan


Jika sengketa berlanjut pasca-kontrak:

  • Arbitrase: pilihan jika kontrak mencantumkan klausul arbitrase, cepat dan bersifat rahasia.
  • PTUN: proses formal untuk membatalkan penetapan pemenang atau addendum, memerlukan biaya dan waktu lebih panjang.

8. Best Practice Preventif: Upaya Pengurangan Sengketa


Daerah dengan tingkat sengketa rendah menerapkan:

  • Quality Assurance Dokumen: validasi internal terhadap RUP dan Dokak oleh tim QA.
  • Pelatihan Panitia: workshop rutin tentang PP 16/2018 dan pedoman LKPP.
  • Sistem Feedback: evaluasi vendor pasca tender untuk menyempurnakan proses selanjutnya.

9. Studi Kasus: Kabupaten Z dan Kota W

  • Kabupaten Z: kasus sanggah pra-award atas paket konstruksi, diselesaikan dengan mediasi sehingga proyek tetap berjalan tanpa penundaan signifikan.
  • Kota W: putusan LPS-PBJ membatalkan paket IT, memaksa revisi Dokak dan HPS, meningkatkan akurasi estimasi sebesar 20%.

10. Rekomendasi Kebijakan dan Implementasi Teknis

  1. Penguatan RUP dan Dokak: integrasikan validasi teknis dan legal sebelum publikasi.
  2. Digitalisasi Sanggah: percepat proses dengan modul khusus di SPSE.
  3. Capacity Building: sertifikasi panel LPS-PBJ dan panitia PBJ.
  4. Monitoring Temuan: dashboard sengketa terintegrasi dengan BPKP dan Inspektorat.

11. Kesimpulan


Sengketa tender adalah konsekuensi dari ketidaksempurnaan prosedur dan dokumentasi PBJ. Dengan memahami penyebab mendasar—mulai perencanaan, HPS, hingga integritas panitia—serta menguasai mekanisme penyelesaian lewat LPS-PBJ, mediasi, dan litigasi, pemerintah daerah dapat meminimalkan gangguan proyek dan menjaga reputasi. Reformasi proses, digitalisasi, dan pembinaan SDM menjadi kunci menciptakan ekosistem PBJ yang efektif dan bebas sengketa.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *