Physical Address
304 North Cardinal St.
Dorchester Center, MA 02124
Physical Address
304 North Cardinal St.
Dorchester Center, MA 02124
Ngobrol santai seputar pengadaan
Ngobrol santai seputar pengadaan
Dalam ranah Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ), tender merupakan mekanisme utama untuk menjamin efisiensi dan transparansi belanja pemerintah. Namun, praktik tender di lapangan kerap diwarnai sengketa yang memakan waktu, sumber daya, dan menimbulkan ketidakpastian baik bagi penyedia maupun pemerintah daerah. Sengketa tender tidak hanya menunda pelaksanaan proyek, tetapi juga menggerus kepercayaan publik pada tata kelola keuangan negara. Oleh karena itu, memahami akar penyebab sengketa dan menguasai mekanisme penyelesaian menjadi penting bagi seluruh pemangku kepentingan: pejabat pengadaan, panitia, DPRD, serta vendor. Artikel ini menelaah penyebab sengketa secara mendalam dan memaparkan alternatif penyelesaian hukum dan non-hukum yang komprehensif.
Secara umum, sengketa tender adalah perselisihan yang muncul dari proses pengadaan antara pihak penyedia (vendor) dengan panitia atau pejabat pengadaan. UU 2/2017 dan PP 16/2018 memberikan landasan hukum mekanisme sanggah (pre-award) dan sanggah banding (post-award), serta pembentukan Lembaga Penyelesaian Sengketa Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LPS-PBJ). Di samping itu, Peraturan LKPP mengatur tata cara sanggah, batas waktu pengajuan, serta tahapan evaluasi permohonan sanggah yang harus diselesaikan selambat-lambatnya 14 hari kerja. Kerangka ini menekankan prinsip keadilan proses, dengan menyediakan forum internal sebelum berlanjut ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atau Badan Arbitrase.
Sengketa tender dapat muncul di hampir setiap tahap proses PBJ, mencerminkan kerentanan mekanisme lelang pada kesalahan prosedural, ketidaksesuaian dokumen, atau konflik kepentingan. Berikut klasifikasi sengketa paling umum beserta karakteristik dan implikasinya:
3.1 Sanggah Pra-Penetapan Pemenang (Pre-Award Challenge)
Sanggah pra-penetapan pemenang diajukan sebelum hasil lelang diumumkan secara resmi. Tujuannya menolak atau merevisi syarat administrasi, teknis, atau harga dalam Dokumen Pemilihan (Dokak). Vendor memiliki waktu 7 hari kerja sejak pengumuman Dokak untuk mengajukan sanggahan. Isu yang sering muncul adalah: persyaratan kelayakan yang terlalu ketat, spesifikasi teknis yang bias terhadap satu penyedia, atau ketidaksesuaian jadwal lelang. Proses verifikasi pra-award memakan waktu rata-rata 5—7 hari kerja di LPS-PBJ, dan keberhasilan sanggah mengharuskan panitia memperbaiki dokumen sebelum tahap evaluasi. Jika panitia gagal menindaklanjuti, vendor dapat membatalkan lelang dan menuntut pengeluaran biaya partisipasi.
3.2 Sanggah Pascapenetapan Pemenang (Post-Award Challenge)
Setelah pemenang ditetapkan, vendor lain dapat mengajukan sanggah banding dalam 5 hari kerja. Sengketa ini biasanya berkaitan dengan hasil evaluasi harga atau teknis—misalnya klaim adanya mark-up HPS, kesalahan perhitungan skor, atau indikasi kolusi dalam tabulasi penilaian. Panel LPS-PBJ wajib menyelesaikan sanggah pasca-award dalam 14 hari kerja sesuai PP 16/2018. Putusan dapat berupa membatalkan penetapan pemenang, memerintahkan evaluasi ulang, atau menolak sanggahan. Keputusan pasca-award sangat krusial karena mempengaruhi realisasi kontrak dan dapat menunda pelaksanaan proyek hingga beberapa bulan.
3.3 Sengketa Kontrak (Contractual Disputes)
Sengketa ini muncul setelah kontrak ditandatangani, umumnya menyoal perubahan lingkup pekerjaan (addendum), keterlambatan pelaksanaan tanpa penalti, atau perselisihan harga termin. Vendor dapat mengklaim jemput waktu tambahan karena kondisi force majeure atau memohon penyesuaian harga jika terjadi inflasi bahan baku. Panitia wajib menindaklanjuti klaim dalam rapat perubahan kontrak, mencantumkan justifikasi tertulis dan estimasi biaya tambahan. Jika tidak ada kesepakatan, pihak yang dirugikan dapat membawa sengketa ke arbitrase atau PTUN. Sengketa kontrak mempengaruhi cash flow penyedia dan dapat memicu sanksi pidana jika terdapat indikasi korupsi kontrak.
3.4 Sengketa Pelaksanaan (Performance Disputes)
Berbeda dari sengketa kontraktual, sengketa pelaksanaan berfokus pada kualitas dan kuantitas hasil kerja—seperti pekerjaan konstruksi yang tidak sesuai Gambar Kerja, spesifikasi material yang tidak memenuhi SNI, atau penundaan serah terima tanpa alasan sah. Dalam banyak kasus, panitia pengawas lapangan dan tim acceptance test harus melakukan uji mutu dan menyusun Berita Acara Penerimaan Sementara (BAPS). Jika pengerjaan dianggap gagal, pemerintah dapat menahan pembayaran termin atau meminta perbaikan tanpa biaya. Sengketa ini sering kali berujung pada penuntutan ganti rugi dan perbaikan teknis, menunda pemanfaatan aset publik.
3.5 Sengketa Putusan Panel LPS-PBJ (Review of Panel Decisions)
Jika vendor tidak puas dengan putusan LPS-PBJ, hak selanjutnya adalah mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dalam waktu 14 hari setelah putusan panel. Gugatan PTUN memerlukan biaya dan proses panjang (6—12 bulan), namun putusan PTUN bersifat final dan dapat membatalkan keputusan lelang atau memerintahkan pemda menindaklanjuti rekomendasi panel. Penggunaan jalur PTUN dipilih jika vendor yakin terdapat pelanggaran prosedural signifikan atau konflik kepentingan panitia yang tidak tertangani di LPS-PBJ.
Dengan memahami kelima jenis sengketa ini, pejabat PBJ dan vendor dapat mempersiapkan langkah preventif—seperti validasi menyeluruh Dokak maupun HPS—serta memetakan strategi penyelesaian sengketa yang paling efektif sesuai karakter perkara.
Sengketa tender biasanya berakar pada beberapa faktor utama:
Lembaga Penyelesaian Sengketa Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LPS-PBJ) dirancang sebagai forum internal yang cepat dan efektif sebelum vendor menempuh jalur litigasi. Mekanisme ini mencakup langkah-langkah berikut:
5.1 Pengajuan Permohonan Sanggah melalui SPSE
5.2 Verifikasi Administratif oleh Sekretariat LPS-PBJ
5.3 Pembentukan dan Penunjukan Panel Pemeriksa
5.4 Sidang Panel dan Fase Pembuktian
5.5 Rapat Deliberasi dan Penyusunan Putusan
5.6 Penetapan dan Publikasi Putusan Sanggah
5.7 Tindak Lanjut dan Monitoring Pelaksanaan Putusan
5.8 Hak Banding dan Upaya Lanjutan
Dengan alur yang tegas dan terukur ini, LPS-PBJ memastikan sengketa diselesaikan secara adil, akurat, dan sesuai tempo regulasi—mengurangi kestagnasian proyek dan meminimalkan kebutuhan eskalasi ke jalur hukum eksternal.
Di luar LPS-PBJ, mediasi formal atau negosiasi langsung dapat ditempuh:
Jika sengketa berlanjut pasca-kontrak:
Daerah dengan tingkat sengketa rendah menerapkan:
Sengketa tender adalah konsekuensi dari ketidaksempurnaan prosedur dan dokumentasi PBJ. Dengan memahami penyebab mendasar—mulai perencanaan, HPS, hingga integritas panitia—serta menguasai mekanisme penyelesaian lewat LPS-PBJ, mediasi, dan litigasi, pemerintah daerah dapat meminimalkan gangguan proyek dan menjaga reputasi. Reformasi proses, digitalisasi, dan pembinaan SDM menjadi kunci menciptakan ekosistem PBJ yang efektif dan bebas sengketa.